Hinata berjalan dengan wajah yang terus menunduk menuju kediaman klan
Hyuuga, wajah muramnya menunjukkan betapa ia masih merasa sangat sedih
akan kabar yang didengarnya beberapa hari lalu. Langit musim gugur yang
begitu indah untuk dipandang sore itu sama sekali tidak membantunya,
rasa sesak itu terus saja melandanya dimana pun ia berada.
Langkah
Hinata terpaksa terhenti saat menyadari keberadaan beberapa warga
Konoha yang tengah berkumpul membentuk sebuah kelompok kecil dan
menghalangi jalannya, lavender indahnya memandang tidak suka saat
menyadari apa yang sedang mereka lakukan, apa lagi kalau bukan
membicarakan gosip yang sedang hangat saat ini?
Hinata mempercepat
langkahnya melewati kerumunan itu, berusaha untuk tidak mendengar topik
yang sedang mereka bicarakan. Sudah cukup, kini semua warga Konoha
termasuk dirinya tahu, bahwa calon Hokage mereka, Uzumaki Naruto kini
sedang menjalin hubungan dengan Sakura Haruno, Kunoichi hebat andalan
Konoha.
Sejak awal ia tahu bahwa ia tidak akan bisa bersaing
dengan Sakura untuk memenangkan hati Naruto, meski begitu ia tidak habis
pikir mengapa ia terus saja berharap akan hal mustahil tersebut. Kalian
tahu apa yang dilakukannya saat pertama kali mendengar kabar itu? Tentu
saja mengurung diri di kamar dan menangis seharian.
Hinata tahu
bahwa ia akan kembali menitikkan air mata saat mendengar berita itu
lagi, maka dari itu ia lebih mempercepat langkahnya melewati kerumunan
tersebut agar tidak mendengar apapun lagi, walah hasilnya nihil.
Damn, terkadang Hinata sedikit merutuki nasibnya yang dianugerahi pendengaran yang cukup tajam oleh Kami-sama, sehingga mau tidak mau ia terpaksa mendengar hal-hal yang bahkan tidak ingin didengarkannya.
Tap.
Langkah
Hinata tiba-tiba saja kembali terhenti saat mendengar sebuah kalimat
yang keluar dari bibir salah satu penggosip di belakangnya, sebuah
kalimat yang membuatnya terkejut tidak percaya. Tidak, bukan hanya dia.
Hinata yakin bahwa semua yang mendengar kalimat tersebut pasti akan
sangat terkejut sama sepertinya.
"Kalian tahu? Uchiha Sasuke telah kembali..."
.
.
Standard Warning Applied
Disclaimer : Om Masashi
Rated : T
Pairing : SasuHina
Genre : Romance & Friendship
This fiction originally had been posted at fanfiction.net
.
.
Autumn Blossom
Sudah
seminggu sejak Hinata mendengar kabar burung bahwa Uchiha Sasuke telah
kembali, ralat! Bukan kabar burung lagi, melainkan sebuah fakta, karena
Uchiha Sasuke benar-benar kembali dan tengah berada di rumah sakit
Konoha untuk perawatan.
Tidak ada yang berubah, setidaknya itu
menurutnya. Ia tidak terlalu mengenal Sasuke, ia tidak mau tahu akan
pemuda itu karena takut terjerat oleh pesonanya seperti Sakura, Ino dan
beberapa Kunoichi lainnya. Menyukai Naruto saja sudah membuatnya lumayan
tersiksa.
Awalnya Hinata tidak peduli, tetapi kemudian ia
terpaksa peduli saat menyadari bahwa semua Shinobi angkatannya telah
menjenguk Sasuke Uchiha kecuali dirinya. Ia tidak bisa menyalahkan satu
pun dari mereka karena tidak mengajaknya, ia sadar bahwa ia masih dalam
masa pengasingan dirinya hanya untuk sekedar menenangkan hatinya yang
masih terasa ngilu.
Merasa tidak ada lagi yang harus dilakukannya,
maka ia memutuskan untuk menjenguk Sasuke malam itu. Hinata tidak
memungkiri bahwa dirinya terus berdoa sepanjang perjalanan agar dirinya
tidak bertemu Naruto maupun Sakura di rumah sakit nanti, walau harapan
itu sangat kecil mengingat keduanya adalah sahabat Sasuke.
Hinata
sedikit merapatkan jaketnya saat hendak mengetuk pintu ruangan tempat
Sasuke berada, udara di musim gugur memang cukup dingin, dan entah
mengapa ia merasa akan lebih dingin lagi saat memasuki ruangan di
hadapannya itu.
Tok… tok… tok.
Cukup lama baginya untuk mendengar jawaban yang mengizinkannya masuk.
"Masuk…"
Hinata
melangkah ragu memasuki ruangan bernuansa putih tersebut, terlebih saat
mendapati Sakura dan Naruto yang kini memandangnya dengan senyuman, Kami-sama… kenapa ia harus bertemu keduanya dalam waktu bersamaan?
"A-aku mau menjenguk U-Uchiha-san, gomen
telat," sesuai tabiatnya, ia berbicara dengan kegugupan luar biasa
terlebih di hadapan Naruto, oh! Jangan lupakan tatapan kedua onyx Sasuke
yang entah mengapa sedari tadi terus mengitimidasinya.
"Tidak
apa-apa, duduklah!" Naruto berkata riang seraya mempersilahkan Hinata
duduk di kursi dekat ranjang tempat Sasuke berbaring.
Ini buruk,
ia duduk tepat di sebelah kanan Sasuke, dan itu artinya ia berhadapan
langsung dengan Naruto dan Sakura yang duduk di sisi sebaliknya. Hinata
tidak akan merasa kaku begini andai saja Naruto dan Sakura tidak
mengetahui perasaannya, sayangnya, hampir semua warga Konoha telah
mengetahuinya.
"Bisakah kalian meninggalkanku? Aku butuh ketenangan."
Eh?
Hinata tidak percaya ini, yang benar saja! Ia baru saja mendudukkan
dirinya dan Sasuke Uchiha sudah memintanya untuk meninggalkannya? Good situation! Betapa malunya ia malam ini.
"Eh? Tapi kami masih mau bersamamu, Teme!" protes Naruto.
"Itu benar, Sasuke." Sakura membenarkan.
Hinata tahu bahwa keduanya berusaha menolongnya dari rasa malu, tetapi entah mengapa ia tidak suka dengan pertolongan itu.
"Kalian
sudah bersamaku sejak pagi, sudah saatnya kalian meninggalkanku. Aku
butuh istirahat," ujar Sasuke tidak peduli, membuat Hinata sedikit
merasa muak dengan sikap pria itu.
"Tapi-"
"Na-Naruto-san,
Sakura-chan, kurasa Sasuke benar. Di-dia pasti butuh ketenangan,
mu-mungkin memang lebih baik jika kita meninggalkannya," potong Hinata,
gadis itu berusaha menahan rasa malunya seraya berdiri dari posisinya,
tidak lupa menguatkan diri untuk memandang wajah Sakura dan Naruto demi
meyakinkan mereka.
"Baiklah, kalau begitu kami pulang dulu, Teme. Jaga dirimu," Naruto berkata pasrah seraya mulai beranjak dari posisinya.
"Hn."
Hinata
dapat melihat mata Sakura yang terus memandangi Sasuke sebelum akhirnya
mengikuti jejak Naruto, dan Hinata pun ikut beranjak dari tempat itu
sampai sebuah tangan kekar menahannya.
"Tetaplah di sini, Hinata."
DEG.
Wajah
Hinata sontak memerah saat menyadari tangan Sasuke yang menggenggam
tangannya erat, terlebih saat mendengar permintaan pria itu yang sama
sekali tidak disangkanya. Oke, jangan lupakan mengenai Sasuke yang baru
saja memanggilnya dengan sebutan 'Hinata', seolah keduanya sudah
mengenal cukup lama dan akrab.
"A-aku-"
"Temani aku," Uchiha
Sasuke memotong kalimat yang baru saja akan diucapkan oleh Hinata
dengan nada yang jelas tidak menerima penolakan. Berduaan dengan Uchiha
Sasuke? Yang benar saja! Bahkan dalam mimpi pun Hinata tidak berani
membayangkannya, rasanya mustahil.
"Sasuke-kun, kau tidak bisa
memaksa Hinata seperti itu," Hinata bisa mendengar pembelaan dari
Sakura, meski entah mengapa Hinata juga merasa bahwa gadis itu tidak
benar-benar melakukannya.
"Kalian pulanglah, aku hanya meminta
Hinata untuk tinggal di sini," entah mengapa Hinata bisa mendengar nada
mengusir dari kalimat yang baru saja diucapkan oleh Sasuke.
"Ba-baiklah,"
ujar Hinata pada akhirnya, gadis lalu kembali mendudukkan dirinya di
sebelah Sasuke seperti sebelumnya. Meski tidak melihat langsung, ia
jelas dapat merasakan tatapan heran dari Sakura dan Naruto sebelum
keduanya benar-benar menghilang dari ruangan itu.
Kami-sama… kali ini apa lagi?
-Autumn Blossom-
Sudah
satu jam berlalu sejak Naruto dan Sakura meninggalkan Hinata di ruangan
itu bersama Sasuke, dan tidak ada satu kalimat pun yang keluar dari
keduanya dalam rentan waktu tersebut.
Sasuke terus saja memandangi langit-langit rumah sakit dengan pandangan datar, mantan nuke-nin
seolah tidak peduli pada kehadiran Hinata di sebelahnya. Siapa yang
tahu? Bahwa sejak tadi genggaman tangan Sasuke pada Hinata tak kunjung
terlepas, bahkan semakin mengerat.
Setiap gerakan kecil yang
dibuat Hinata membuat genggaman tangan Sasuke pada tangan gadis itu
semakin mengerat, seolah takut gadis itu akan pergi meninggalkannya.
Hinata tentu merasa risih, namun tak urung ia merasa nyaman di saat yang
sama.
"U-uchiha-san sudah makan?"
Blush.
Hinata
merutuki dirinya saat menyadari apa yang baru saja ia ucapkan, tampaknya
gadis itu mulai jengah dengan keadaan sehingga berinisiatif untuk
memecah keheningan di antara keduanya. Oke, pertanyaannya tidak terlalu
buruk, salahnya ia sudah tahu jawabannya sedari awal karena melihat
sebuah piring berisikan makanan di atas meja yang sama sekali tidak
berkurang.
Damn, hanya orang bodoh saja yang tetap bertanya saat ia sendiri sudah mengetahui jawabannya.
"Bantu
aku memakannya." Oke, dari jawaban pria itu jelas menunjukkan bahwa ia
sendiri pun tahu bahwa Hinata telah mengetahui jawaban dari
pertanyaannya.
"Hu-um," Hinata lalu sedikit beranjak dari
posisinya untuk mengambil piring tersebut, rasa malu tentu saja
melandanya, namun entah mengapa ia justru merasa senang akan permintaan
Sasuke tersebut.
Aaa, selama ini dia memang tidak pernah melihat
Sasuke secara langsung sejak pria itu pergi dari Konoha, maka ia percaya
saja akan gosip-gosip yang beredar mengenai pemuda itu. sekarang Hinata
tahu, bahwa yang namanya gosip tetap saja gosip, kebenarannya sangat
diragukan.
Oke, mengenai gosip bahwa pemuda itu semakin tempan
memang benar adanya, kuat? Bahwa melihatnya saja semua akan tahu bahwa
Sasuke Uchiha sangatlah kuat. Meski begitu, siapa bilang Uchiha Sasuke
itu menakutkan?
Lihat saja wajahnya saat Hinata menyuapinya
makanan, ia seperti bocah cilik yang begitu senang karena baru saja
mendapatkan hadiah. Hinata terpana tentu saja, tidak menyangka bahwa
Sasuke akan berekspresi seperti itu saat ia menyuapinya.
Hinata
sedikit bertanya-tanya tentang mengapa bukan Naruto ataupun Sakura yang
menyuapi pemuda di hadapannya ini, kemudian ia mengingat fakta bahwa
Sakura telah menjalin hubungan dengan Naruto sehingga Sasuke pasti
merasa tidak enak jika Sakura yang menyuapinya. Sedang Naruto? Jangan
ditanya…
Yang jelas, gadis bermata lavender ini sama sekali tidak
memikirkan kemungkinan bahwa Uchiha Sasuke memang sengaja menunggunya
untuk menyuapinya. Impossible…
"U-uchi-"
"Sasuke,
kau harus terbiasa memanggilku dengan nama itu," Sasuke menginterupsi
kalimat Hinata, menatap tajam gadis itu sehingga ia bisa melihat dengan
jelas semburat kemerahan di pipinya.
"Ba-baiklah," jawab Hinata gugup, siapa yang tidak gugup jika dipandangi oleh seorang Uchiha Sasuke seperti itu?
"Kau boleh pulang, aku menunggumu besok."
"Eh?"
Hinata tidak salah dengar kan? Sasuke menginginkan kedatangannya lagi
besok? Tunggu, Hinata tentu saja ingin menolak, tetapi wajah datar
Sasuke yang jelas mengatakan tidak menerima penolakan membuatnya urung
melakukannya. Sudahlah, toh tidak terlalu buruk.
"Ba-baiklah, ka-kalau begitu aku pulang dulu, Sa-sasuke-san," ujar Hinata sopan seraya beranjak meninggalkan tempat itu.
Hinata tidak tahu, bahwa Sasuke sempat menghela nafas kecewa saat mendengar panggilan gadis itu untuknya.
"Kenapa kau tidak menyebut namaku seperti kau memanggil Naruto?"
-Autumn Blossom-
Well,
Sasuke memang mengatakan bahwa akan menunggunya besok. Tetapi Hinata
sama sekali tidak menyangka bahwa kata 'besok' itu akan terus berlanjut
hingga tiap harinya.
Satu lagi agenda khusus gadis berambut indigo
tersebut, yakin menjenguk Uchiha Sasuke dan menyuapinya. Ia tentu saja
merasa risih saat mendapat tatapan iri dari para Kunoichi di desanya,
dan lebih risih lagi saat mendapat tatapan menggoda dari para staf rumah
sakit saat melihat kedatangannya di tempat itu.
"Hinata-san? Seperti biasa, kau datang lagi ya."
Hinata
berbalik dan mendapati Sakura yang kini tengah tersenyum ramah
kepadanya, refleks, Hinata pun membalas senyuman tersebut dan mengangguk
ringan.
"Apa yang kau bawa itu?" tanya Sakura saat melihat sebuah bungkusan yang dibawa oleh Hinata.
"I-ini makanan untuk Sasuke-san," jawab Hinata pelan, entah mengapa wajahnya memerah lebih cepat dari biasanya.
"Sasuke yang memintanya?" Sakura bertanya lagi dengan nada yang sedikit berbeda dari sebelumnya.
"Hum,
iya. Sasuke-san tidak mau makan makanan rumah sakit, jadi aku
membuatkan makanan untuknya," entah mengapa ada kebanggaan tersendiri
yang dirasakan Hinata saat menjawab pertanyaan Sakura tersebut.
"Aa, ya sudah. Aku pergi dulu, masih ada pasien. Jaa," pamit Sakura seraya meninggalkan Hinata.
Meski
sekilas, Hinata jelas menangkap raut kesedihan dan kekecewaan di mata
Sakura. Ada apa dengan Kunoichi itu? Apakah ia cemburu dengan kedekatan
Hinata dan Sasuke? Lantas, bukankah ia sendiri telah memiliki Naruto?
Entahlah…
-Autumn Blossom-
"O-ohayou, Sasuke-san" ucap Hinata pelan saat memasuki ruangan tempat Sasuke dirawat.
"Hn."
Hinata
tersenyum simpul seraya mendudukkan dirinya di kursi terdekat, gadis
itu lalu menaruh bungkusan yang dibawanya di atas meja.
"Kau terlambat," ujar Sasuke tiba-tiba dengan nada yang terdengar begitu dingin.
"Go-gomen ne,
Sasuke-san. A-aku habis bertemu Sakura-san tadi," jawab Hinata gugup,
kenapa ia harus gugup? Mungkin karena kini –lagi-lagi- Sasuke menatapnya
tajam.
"Dengan Naruto?" entah mengapa Hinata merasa seperti tengah diintrogasi.
"Ti-tidak,
hanya Sakura-san," jawab Hinata kemudian, gadis itu lantas
bertanya-tanya saat melihat wajah Sasuke yang tiba-tiba saja berubah
sumringan -walau samar.
"Ka-kau sudah makan?" tanya Hinata.
"Aku menunggumu," jawab Sasuke santai.
Hhh,
inilah yang sedikit memberatkan Hinata. Entah mengapa Sasuke tiba-tiba
saja tidak mau memakan masakan rumah sakit, lebih parahnya, pemuda itu
baru mau makan jika Hinata menyuapinya.
Tahu artinya? Well, Hinata harus menjenguk Sasuke tiga kali sehari!
Hinata
tidak tahu bahwa seorang Uchiha bisa menjadi semanja ini, ia berfikir
bahwa seorang Uchiha pastilah lebih keras dan kaku dibanding mereka,
klan Hyuuga. Walau Hinata sendiri tidak memungkiri bahwa ia senang
melihat Sasuke yang seperti ini, ini adalah kali pertama ada seseorang
yang begitu bergantung padanya.
Satu lagi, Hinata tidak sadar bahwa perlahan-lahan ia sudah melupakan perasaannya pada Naruto semenjak kedatangan Sasuke.
-Autumn Blossom-
"Hinata,
apa kau sudah mendengar kabar yang beredar mengenai hubunganmu dengan
Sasuke?" Tenten bertanya dengan nada ragu saat ia dan sepupu teman satu
timnya itu tengah duduk-duduk santai di teras kediaman Hyuuga.
"Mmm, a-aku tidak tahu," jawab Hinata seraya mulai berpikir akan kabar-kabar yang sedang simpang siur saat ini.
"Hm,
bukan kabar baik sih sebenarnya," lagi-lagi nada suara Tenten jelas
menunjukkan keraguan, membuat Hinata semakin penasaran ingin
mendengarnya.
"Ka-katakan saja Tenten-san," pinta Hinata sopan.
"Mmm…" Tenten tampak berpikir sejenak, wajah Kunoichi itu jelas menampakkan keraguan yang dalam.
"A-aku mohon," pinta Hinata sekali lagi, gadis itu mendapat feeling bahwa jika ia tidak memohon seperti itu, Tenten pasti tidak akan menceritakan apapun padanya.
"Yeah,
kau pasti sadar kan bahwa kami semua sudah mengetahui tentang
perasaanmu pada Naruto? Bukan kami saja, tapi seluruh warga Konoha,"
Tenten menatap Hinata dengan pandangan ragu.
"La-lantas?" oh ayolah, Hinata ingin segera mendengarnya sekarang juga.
"Lalu
mengenai kedekatanmu dengan Uchiha Sasuke… sebenarnya cukup banyak
pihak yang mengatakan bahwa kau sengaja mendekatinya untuk menarik
perhatian Naruto," kali ini Tenten jelas menatap Hinata dengan pandangan
bersalah.
"Eh?"
"Kurasa ini lebih parah dari gosip yang mengatakan bahwa kau menjadikan Uchiha Sasuke sebagai pelarianmu," jelas Tenten lagi.
Hinata
langsung terdiam mendengar hal tersebut, ia sama sekali tidak menyangka
bahwa dirinya akan digosipkan dengan Uchiha Sasuke. Lebih parahnya
lagi, gosip itu lebih kepada untuk memojokkan dirinya.
Gosip itu
jelas tidak benar, tetapi, mengapa ia sama sekali tidak bisa
membantahnya? Ia sama sekali tidak pernah berniat merebut Naruto melalui
Sasuke, tetapi, tentang ia yang menjadikan Sasuke sebagai pelarian…
Hinata jelas ragu dengan jawabannya sendiri.
"Hinata? Kau tidak apa-apa?" Tenten menatap Hinata dengan pandangan cemas.
"Tidak
usah dipikirkan, aku tahu kau pasti tidak seperti itu. Lagipula,
menurut ceritamu, bukankah Sasuke sendiri yang memintamu menjenguknya
setiap hari?" sambung Tenten, ia tentu semakin merasa bersalah melihat
sikap Hinata yang terus diam itu.
Hinata menatap Tenten dengan
pandangan terimakasih, ia tahu bahwa gadis itu pasti merasa bersalah
telah menceritakan gosip miring itu kepadanya.
"Sudah ya, aku ada misi. Lagipula ini sudah waktunya kau menjenguk Sasuke," ujar Tenten yang sengaja menggoda Hinata.
Aaa,
benar juga, ini sudah waktunya Sasuke makan siang. Tetapi entah mengapa
setelah mendengar gosip miring itu ia menjadi urung untuk membesuk
Sasuke. Ia merasa enggan bertemu pria itu sekarang, entah karena rasa
bersalah ataupun yang lainnya. Tidak masalah bukan? Masih banyak
gadis-gadis lain yang bersedia membuatkan Sasuke makanan serta
menyuapinya…
Benar, ini tidak akan menjadi masalah jika Hinata tidak lagi membesuk Uchiha Sasuke.
-Autumn Blossom-
Sudah
tiga hari semenjak Hinata memutuskan untuk tidak menjenguk Sasuke, dan
tidak dapat dipungkiri bahwa Hinata merasa jauh lebih lama dari itu. Ia
kesepian, juga khawatir. Hinata bahkan sadar bahwa ia begitu ingin
bertemu Sasuke sekarang juga, namun ditahannya karena ia merasa tidak
pantas untuk bertemu pria itu.
Tetapi apa daya, Hinata begitu
merindukan juga mengkhawatirkan Sasuke. Ia penasaran tentang siapa yang
kini menggantikan posisinya, membuatkan pria itu makanan serta
menyuapinya.
Aaa, melihatnya diam-diam tidak ada salahnya bukan?
Cukup mencari tahu apakah pemuda itu baik-baik saja atau tidak, dan ia
bisa memanfaatkan Byakugan miliknya di saat seperti ini.
Well,
maka sore itu Hinata memutuskan untuk pergi diam-dima ke hutan kecil
yang terletak di belakang rumah sakit Konoha, cukup di tempat itu dan ia
akan bisa mengetahui keadaan Sasuke dengan bantuan Byakugan miliknya.
…
Kreek.
Suara
ranting patah mendominasi keheningan sore itu, angin musim gugur kini
membelai-belai wajah manis pewaris Hyuuga yang tengah berjalan tenang
memasuki hutan. Indah bukan? Musim gugur di Konoha memang selalu yang
paling indah –setidaknya menurutnya-.
Sayang sekali ia harus patah
hati di musim gugurnya kali ini, stop! Lupakan patah hati, bukankah ia
kemari untuk 'mengintip' Sasuke? Yeah, itu benar, tetapi ia tetap tidak
bersalah jika pikirannya tiba-tiba saja melenceng ke memori saat-saat ia
menyukai Naruto. Bagaimanapun juga, hutan ini turut menjadi saksi bisu
bagaimana perjuangannya mengintip Naruto latihan diam-diam dulu.
"Aku menunggumu."
DEG.
Suara ini…
Hinata
refleks berbalik dan begitu terkejut saat melihat pemilik suara yang
kini tengah duduk bersandar di batang pohon seraya menatapnya sendu.
"Sa-Sasuke-san…"
-Autumn Blossom-
"Ap-apa
yang kau lakukan di tempat ini, Sa-sasuke-san?" Hinata tentu saja
terkejut dengan keberadaan pria itu di hutan, bukankah pria itu
seharusnya tengah berada di rumah sakit?
"Aku melarikan diri, di sana benar-benar membosankan."
What the?
Yang benar saja! Tidak tahukah pria itu bahwa luka yang didapatnya
sehabis bertempur melawan Madara itu tidaklah ringan? Hinata bahkan ragu
bahwa pria ini masih bisa hidup setelah pertempuran itu –walau itu
terbukti salah.
"Ka-kau harus segera ke-kembali, Sa-sasuke-san,"
perintah Hinata pelan, entah kekuatan apa yang membuat gadis indigo ini
kini berjalan mendekat ke arah Sasuke.
"Tidak, kecuali kau bersedia ikut denganku."
"Eh?"
Grep.
Lavender
Hinata kontan melebar saat menyadari bahwa tubuhnya tiba-tiba saja
sudah berada di pangkuan Sasuke, pria berambut raven itu lantas memeluk
pinggangnya erat dan mendekatkan wajah keduanya, membuat wajah Hinata
yang sejak awal sudah memerah kini semakin merah.
"Kenapa kau
tidak datang menjengukku lagi?" pertanyaan simpel, namun Hinata jelas
menangkap nada kekecewaan serta tuntutan dalam nada suara tersebut.
"A-ano, eto…" uhk, Hinata tidak yakin harus menjawab apa atas pertanyaan Sasuke barusan. Haruskah ia jujur? Rasanya tidak.
"Apa seseorang berkata sesuatu padamu?"
'Ya.'
"Ti-tidak," dusta Hinata.
"Lantas?"
kali ini Sasuke benar-benar menatap tajam Hinata, tatapan mengitimidasi
yang seolah mengatakan bahwa gadis itu miliknya.
"A-ano,
ku-kurasa kau sudah ti-tidak membutuhkanku lagi. A-aku…" Hinata
menggantungkan kalimatnya, tidak yakin akan melanjutkan kebohongannya
atau tidak.
"Aku membutuhkanmu, hanya kau."
DEG.
"Sejak
aku kehilangan anggota keluargaku, yang kubutuhkan hanyalah perhatian
dari seorang gadis mungil yang selalu tersenyum lembut, walau senyum itu
bukan untukku," kali ini Sasuke menenggelamkan wajah Hinata tepat di
dadanya, memeluk gadis itu erat dan menyesap aroma lavender yang menguar
dari tubuh gadis itu.
"Aku selalu berharap gadis itu melihatku
dan memanggil namaku dengan aksen memuja seperti gadis-gadis lainnya,
berharap bahwa senyum manis yang terpatri di wajahnya ditujukan untukku,
berharap bahwa wajahnya merona karenaku, juga berharap bahwa gadis
itulah yang menghentikanku di malam saat aku akan meninggalkan Konoha."
"Sa-sasu-"
"Aku
bahkan berharap bahwa gadis itulah yang mendapatkan misi untuk
menjemputku kembali ke desa ini, menyambutku dengan senyuman dan
mengatakan bahwa ia selalu menungguku."
"…"
"Tapi aku harus
menelan kenyataan pahit menyadari fakta bahwa perhatian gadis itu hanya
tertuju pada seseorang yang selama ini aku anggap bodoh, dan aku sangat
kesal akan hal itu."
Oke, ini cukup membuat Hinata terkejut bahwa
seorang Uchiha bisa berbicara sebanyak ini. Bukan hal yang mustahil
memang, beberapa anggota klan Hyuuga pun sering terlihat menjadi
'cerewet' jika berada di samping orang yang dicintainya. Eh,
di'cinta'inya?
"Dia bahkan tidak langsung menjengukku saat aku
kembali ke Konoha. Di saat semua terlihat antusias untuk menemuiku, ia
sama sekali tidak terlihat seolah benar-benar tidak peduli padaku."
DEG.
Rasanya Hinata tahu siapa yang Sasuke maksud…
"Meski
harus menunggu selama seminggu, aku bersyukur saat akhirnya dia datang
melihatku. Walau pada akhirnya dia meninggalkanku lagi dengan alasan
yang bahkan tidak kuketahui."
Grep.
Hinata memeluk Sasuke
erat, bahkan sangat erat dibanding saat ia memeluk jenazah Kaa-sannya
dulu. Hinata tidak tahu apa yang membuat lavender indahnya kini
menitikkan air mata, ia pasti akan terisak jika saja sebuah telapak
tangan kekar tidak mengelus-ngelus punggungnya lembut.
Ia yang
selama ini hanya terpaku pada Naruto sama sekali tidak menyangka bahwa
akan ada seseorang yang begitu mengharapkannya, begitu menginginkannya
dan begitu menderita karenanya.
Tatapan kebencian dan meremehkan
yang selama ini diterimanya membuatnya takut untuk melihat orang-orang
yang dirasanya sangat jauh di atasnya, termasuk Uchiha Sasuke.
"A-aku
tidak be-bermaksud meninggalkanmu, pe-percayalah," Hinata berujar
pelan, entah mengapa suaranya kali ini terdengar lebih merdu dari
biasanya di telinga Sasuke.
"Kau tidak mau menjengukku lagi," oh my, dan kenapa Sasuke harus meresponnya dengan nada kecewa?
"Go-gomen ne,
ta-tapi aku be-benar tidak bermaksud se-seperti itu," Hinata berusaha
meyakinkan pemuda yang sedang memeluknya dan dipeluknya itu, rasanya
hangat.
"Kau takut padaku? Itu kah alasanmu tidak menjengukku lagi?"
Hinata
terpengarah seraya melepaskan pelukannya, ditatapnya onyx yang kini
juga menatapnya kecewa. Demi tuhan, ia sama sekali tidak memikirkan hal
itu!
"Ke-kenapa a-aku harus takut padamu?" tanya Hinata balik, gadis itu berusaha meyakinkan jawabannya.
"Karena aku adalah mantan nuke-nin, aku orang brengsek yang membunuh kakaknya sendiri. Lebih dari itu aku pernah berniat menghancurkan Kono-"
"SSssst,
di-diamlah. Ku-kumohon, jangan merendahkan dirimu se-seperti itu,"
potong Hinata, rasanya ia tidak sanggup mendengar semua masa lalu kelas
Sasuke tersebut.
"Hn, itu kenyataan," Sasuke menjawab dengan nada yang penuh penekanan.
"A-aku
tidak tahu, a-aku sama sekali tidak tahu mengapa aku tidak pernah
merasa takut padamu. Se-sebaliknya, a-aku merasa nyaman," Hinata
menjawab pertanyaan Sasuke sebelumnya seraya mengalihkan topik, wajahnya
sudah semerah tomat mengingat apa yang baru saja diucapkannya.
Sasuke
tersenyum tipis mendengarnya, senyum yang terlalu tipis untuk disadari
oleh Hinata. Pemuda itu lalu kembali memeluk Hinata erat dan membenamkan
wajahnya di leher gadis itu.
"Aku akan kembali ke rumah sakit
jika kau berjanji akan menjengukku seperti dulu," permintaan yang egois,
tetapi -entah mengapa- Hinata menyukainya.
"Y-ya."
-Autumn Blossom-
"Ada urusan apa Anda memanggi saya kemari, Godaime-sama?" Hyuuga Hiashi membungkuk hormat sebelum kembali menatap wanita yang tengah duduk di hadapannya.
"Duduklah," perintah Tsunade tegas, wajah cantiknya menunjukkan kewibawaan yang lumayan jarang terlihat.
Hyuuga
Hiashi pun menarik kursi yang berada tepat di depan meja Hokage lalu
mendudukinya, mata lavendernya yang tajam lalu kembali tertuju pada
Tsunade yang juga tengah menatapnya tajam.
"Langsung saja, ini
mengenai permintaan Uchiha Sasuke dan juga merupakan permintaanku yang
secara tidak langusng mewakili warga Konoha."
Hiasahi mengerutkan keningnya saat Tsunade menyebut-nyebut nama mantan nuke-nin yang baru saja kembali itu, entah mengapa ia sedikit mendapati firasat burut terlebih saat Tsunade semakin tajam menatapnya.
"Uchiha Sasuke menginginkan putrimu menjadi seorang Uchiha," ujar Tsunade tegas.
"Saya tidak mengerti, Hokage-sama," respon Hiashi tenang.
"Pemimpin
klan terpandang sepertimu pasti mengerti maksudku. Bocah Uchiha itu
menginginkan putrimu," jelas Tsunade dengan nada yang sedikit bosan.
"…"
"Ini
adalah permintaan langsung dari bocah itu, dan jangan lupakan bahwa ini
juga termasuk permintaanku sebagai Hokage," lanjut Tsunade.
"Atas dasar apa aku harus menuruti permintaan itu, Hokage-sama?" Hiashi bertanya dengan suara tegas meminta penjelasan.
"Kita
tidak bisa mengabaikan fakta bahwa dialah yang membantu Naruto
mengalahkan Madara, tanpanya mungkin saja Naruto akan mati dan kita akan
dikuasai oleh tua bangka itu," kali ini Tsunade sedikit merilekskan
tubuhnya dengan bersandar di kursi khusus untuknya.
"Hanya itu?" tanya Hiashi sarkastik.
"Tentu
saja tidak, kita tentu tidak bisa mengabaikan alasan kehancuran klan
Uchiha itu sendiri. Semua sudah tahu, bahwa Uchiha Sasuke pernah berniat
menghancurkan Konoha, dan semua tahu bahwa itu karena kesalah pahaman
belaka."
"…"
"Kembali ke asal kesalah pahaman itu sendiri,
kau pasti akan teringat mengenai Uchiha Itachi dan pengorbanannya. Demi
Konoha Uchiha Itachi rela membantai anggota klannya, demi Konoha ia rela
bergabung dengan Akatsuki dan dibenci oleh Sasuke."
"…"
"Kau
pasti mengerti Hyuuga-san, Konoha lah yang menjadi sebab kehancuran
klan Uchiha walau tidak secara langsung, dan untuk memperbaikinya, maka
Konoha juga lah yang harus membantu membangkitkan klan Uchiha."
Hyuuga
Hiashi terdiam untuk beberapa saat, jauh dalam hatinya ia membenarkan
apa yang telah dikatakan oleh Tsunade. Rahasia kelam Konoha yang
ditanggung seorang diri oleh Uchiha Itachi merupakan hal yang luar
biasa, ia juga tidak boleh melupakan bagaimana perasaan Uchiha Sasuke
yang selama ini membenci kakaknya sendiri tanpa mengetahui alasan
pembantaian itu.
Ia tidak menyangkal, bahwa semuanya terlalu kejam untuk Sasuke dan Itachi.
"Aku mengharapkanmu, Hyuuga-san." Ujar Tsunade sedikit mengagetkan Hiashi.
"Lalu,
kenapa harus putriku, Hokage-sama? Anda bisa menawarkan kepadanya
beberapa Kunoichi dari klan lainnya," tanya Hiashi sekali lagi.
"Jangan
bercanda, Hyuuga-san. Kau tahu betul tujuan kita adalah membangkitkan
klan Uchiha, dan itu tidak akan tercapai jika kita tidak melakukannya
dengan hati-hati."
"?"
"Klan Uchiha adalah klan khusus yang
dianugerahi Sharingan sebagai kekuatannya. Selama ini mereka selalu
melakukan pernikahan sesama anggota klan, sehingga keturunan yang
dihasilkan pastilah memiliki Sharingan seperti leluhur mereka," jelas
Tsunade.
"Itu belum menjelaskan apapun, Hokage-sama," Hiashi sedikit protes dengan penjelasan Tsunade yang terkesan rancu itu.
"Jika
kita menikahkannya dengan anggota klan lain, maka kemungkinan keturunan
mereka akan mempunyai Sharingan sangatlah kecil, dan itu jauh dari
tujuan kita membangkitkan klan Uchiha," Tsunade tampak bosan memberi
penjelasan pada pemimpin klan Hyuuga yang entah mengapa jadi sedikit
bodoh itu.
"Dan apa hubungannya dengan putriku?" Hiashi Hyuuga masih berkeras rupanya.
"Karena
Hinata berasal dari klan utama Hyuuga, Byakugan miliknya hampir
mempunyai kemampuan yang sama dengan Sharingan. Kau harus ingat, bahwa
Sharingan dan Byakugan berasal dari mata yang sama, yaitu Rinnegan."
Hiashi
memejamkan kedua mata peraknya sejenak, Tsunade memang benar.
Kemungkinan mendapatkan keturunan yang memiliki Sharingan akan lebih
besar jika Uchiha terakhir itu menikah dengan anggota klan Hyuuga.
"Aku
bisa menyiapkan gadis-gadis souke Hyuuga untuknya, tidak harus
putriku," bantah Hiashi sekali lagi dan kali ini mendapatkan seulas
senyum misterius dari Tsunade sesaat sebelum pernyataannya terjawab.
"Tidak bisa, karena bocah Uchiha itu hanya menginginkan putrimu."
.
.
.
To be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar