Rabu, 21 Agustus 2013

Autumn Blossom #1

Hinata berjalan dengan wajah yang terus menunduk menuju kediaman klan Hyuuga, wajah muramnya menunjukkan betapa ia masih merasa sangat sedih akan kabar yang didengarnya beberapa hari lalu. Langit musim gugur yang begitu indah untuk dipandang sore itu sama sekali tidak membantunya, rasa sesak itu terus saja melandanya dimana pun ia berada.
Langkah Hinata terpaksa terhenti saat menyadari keberadaan beberapa warga Konoha yang tengah berkumpul membentuk sebuah kelompok kecil dan menghalangi jalannya, lavender indahnya memandang tidak suka saat menyadari apa yang sedang mereka lakukan, apa lagi kalau bukan membicarakan gosip yang sedang hangat saat ini?
Hinata mempercepat langkahnya melewati kerumunan itu, berusaha untuk tidak mendengar topik yang sedang mereka bicarakan. Sudah cukup, kini semua warga Konoha termasuk dirinya tahu, bahwa calon Hokage mereka, Uzumaki Naruto kini sedang menjalin hubungan dengan Sakura Haruno, Kunoichi hebat andalan Konoha.
Sejak awal ia tahu bahwa ia tidak akan bisa bersaing dengan Sakura untuk memenangkan hati Naruto, meski begitu ia tidak habis pikir mengapa ia terus saja berharap akan hal mustahil tersebut. Kalian tahu apa yang dilakukannya saat pertama kali mendengar kabar itu? Tentu saja mengurung diri di kamar dan menangis seharian.
Hinata tahu bahwa ia akan kembali menitikkan air mata saat mendengar berita itu lagi, maka dari itu ia lebih mempercepat langkahnya melewati kerumunan tersebut agar tidak mendengar apapun lagi, walah hasilnya nihil.
Damn, terkadang Hinata sedikit merutuki nasibnya yang dianugerahi pendengaran yang cukup tajam oleh Kami-sama, sehingga mau tidak mau ia terpaksa mendengar hal-hal yang bahkan tidak ingin didengarkannya.
Tap.
Langkah Hinata tiba-tiba saja kembali terhenti saat mendengar sebuah kalimat yang keluar dari bibir salah satu penggosip di belakangnya, sebuah kalimat yang membuatnya terkejut tidak percaya. Tidak, bukan hanya dia. Hinata yakin bahwa semua yang mendengar kalimat tersebut pasti akan sangat terkejut sama sepertinya.
"Kalian tahu? Uchiha Sasuke telah kembali..."
.
.
Standard Warning Applied
Disclaimer : Om Masashi
Rated : T
Pairing : SasuHina
Genre : Romance & Friendship
This fiction originally had been posted at fanfiction.net
.
.
Autumn Blossom

Sudah seminggu sejak Hinata mendengar kabar burung bahwa Uchiha Sasuke telah kembali, ralat! Bukan kabar burung lagi, melainkan sebuah fakta, karena Uchiha Sasuke benar-benar kembali dan tengah berada di rumah sakit Konoha untuk perawatan.
Tidak ada yang berubah, setidaknya itu menurutnya. Ia tidak terlalu mengenal Sasuke, ia tidak mau tahu akan pemuda itu karena takut terjerat oleh pesonanya seperti Sakura, Ino dan beberapa Kunoichi lainnya. Menyukai Naruto saja sudah membuatnya lumayan tersiksa.
Awalnya Hinata tidak peduli, tetapi kemudian ia terpaksa peduli saat menyadari bahwa semua Shinobi angkatannya telah menjenguk Sasuke Uchiha kecuali dirinya. Ia tidak bisa menyalahkan satu pun dari mereka karena tidak mengajaknya, ia sadar bahwa ia masih dalam masa pengasingan dirinya hanya untuk sekedar menenangkan hatinya yang masih terasa ngilu.
Merasa tidak ada lagi yang harus dilakukannya, maka ia memutuskan untuk menjenguk Sasuke malam itu. Hinata tidak memungkiri bahwa dirinya terus berdoa sepanjang perjalanan agar dirinya tidak bertemu Naruto maupun Sakura di rumah sakit nanti, walau harapan itu sangat kecil mengingat keduanya adalah sahabat Sasuke.
Hinata sedikit merapatkan jaketnya saat hendak mengetuk pintu ruangan tempat Sasuke berada, udara di musim gugur memang cukup dingin, dan entah mengapa ia merasa akan lebih dingin lagi saat memasuki ruangan di hadapannya itu.
Tok… tok… tok.
Cukup lama baginya untuk mendengar jawaban yang mengizinkannya masuk.
"Masuk…"
Hinata melangkah ragu memasuki ruangan bernuansa putih tersebut, terlebih saat mendapati Sakura dan Naruto yang kini memandangnya dengan senyuman, Kami-sama… kenapa ia harus bertemu keduanya dalam waktu bersamaan?
"A-aku mau menjenguk U-Uchiha-san, gomen telat," sesuai tabiatnya, ia berbicara dengan kegugupan luar biasa terlebih di hadapan Naruto, oh! Jangan lupakan tatapan kedua onyx Sasuke yang entah mengapa sedari tadi terus mengitimidasinya.
"Tidak apa-apa, duduklah!" Naruto berkata riang seraya mempersilahkan Hinata duduk di kursi dekat ranjang tempat Sasuke berbaring.
Ini buruk, ia duduk tepat di sebelah kanan Sasuke, dan itu artinya ia berhadapan langsung dengan Naruto dan Sakura yang duduk di sisi sebaliknya. Hinata tidak akan merasa kaku begini andai saja Naruto dan Sakura tidak mengetahui perasaannya, sayangnya, hampir semua warga Konoha telah mengetahuinya.
"Bisakah kalian meninggalkanku? Aku butuh ketenangan."
Eh? Hinata tidak percaya ini, yang benar saja! Ia baru saja mendudukkan dirinya dan Sasuke Uchiha sudah memintanya untuk meninggalkannya? Good situation! Betapa malunya ia malam ini.
"Eh? Tapi kami masih mau bersamamu, Teme!" protes Naruto.
"Itu benar, Sasuke." Sakura membenarkan.
Hinata tahu bahwa keduanya berusaha menolongnya dari rasa malu, tetapi entah mengapa ia tidak suka dengan pertolongan itu.
"Kalian sudah bersamaku sejak pagi, sudah saatnya kalian meninggalkanku. Aku butuh istirahat," ujar Sasuke tidak peduli, membuat Hinata sedikit merasa muak dengan sikap pria itu.
"Tapi-"
"Na-Naruto-san, Sakura-chan, kurasa Sasuke benar. Di-dia pasti butuh ketenangan, mu-mungkin memang lebih baik jika kita meninggalkannya," potong Hinata, gadis itu berusaha menahan rasa malunya seraya berdiri dari posisinya, tidak lupa menguatkan diri untuk memandang wajah Sakura dan Naruto demi meyakinkan mereka.
"Baiklah, kalau begitu kami pulang dulu, Teme. Jaga dirimu," Naruto berkata pasrah seraya mulai beranjak dari posisinya.
"Hn."
Hinata dapat melihat mata Sakura yang terus memandangi Sasuke sebelum akhirnya mengikuti jejak Naruto, dan Hinata pun ikut beranjak dari tempat itu sampai sebuah tangan kekar menahannya.
"Tetaplah di sini, Hinata."
DEG.
Wajah Hinata sontak memerah saat menyadari tangan Sasuke yang menggenggam tangannya erat, terlebih saat mendengar permintaan pria itu yang sama sekali tidak disangkanya. Oke, jangan lupakan mengenai Sasuke yang baru saja memanggilnya dengan sebutan 'Hinata', seolah keduanya sudah mengenal cukup lama dan akrab.
"A-aku-"
"Temani aku," Uchiha Sasuke memotong kalimat yang baru saja akan diucapkan oleh Hinata dengan nada yang jelas tidak menerima penolakan. Berduaan dengan Uchiha Sasuke? Yang benar saja! Bahkan dalam mimpi pun Hinata tidak berani membayangkannya, rasanya mustahil.
"Sasuke-kun, kau tidak bisa memaksa Hinata seperti itu," Hinata bisa mendengar pembelaan dari Sakura, meski entah mengapa Hinata juga merasa bahwa gadis itu tidak benar-benar melakukannya.
"Kalian pulanglah, aku hanya meminta Hinata untuk tinggal di sini," entah mengapa Hinata bisa mendengar nada mengusir dari kalimat yang baru saja diucapkan oleh Sasuke.
"Ba-baiklah," ujar Hinata pada akhirnya, gadis lalu kembali mendudukkan dirinya di sebelah Sasuke seperti sebelumnya. Meski tidak melihat langsung, ia jelas dapat merasakan tatapan heran dari Sakura dan Naruto sebelum keduanya benar-benar menghilang dari ruangan itu.
Kami-sama… kali ini apa lagi?
-Autumn Blossom-
Sudah satu jam berlalu sejak Naruto dan Sakura meninggalkan Hinata di ruangan itu bersama Sasuke, dan tidak ada satu kalimat pun yang keluar dari keduanya dalam rentan waktu tersebut.
Sasuke terus saja memandangi langit-langit rumah sakit dengan pandangan datar, mantan nuke-nin seolah tidak peduli pada kehadiran Hinata di sebelahnya. Siapa yang tahu? Bahwa sejak tadi genggaman tangan Sasuke pada Hinata tak kunjung terlepas, bahkan semakin mengerat.
Setiap gerakan kecil yang dibuat Hinata membuat genggaman tangan Sasuke pada tangan gadis itu semakin mengerat, seolah takut gadis itu akan pergi meninggalkannya. Hinata tentu merasa risih, namun tak urung ia merasa nyaman di saat yang sama.
"U-uchiha-san sudah makan?"
Blush.
Hinata merutuki dirinya saat menyadari apa yang baru saja ia ucapkan, tampaknya gadis itu mulai jengah dengan keadaan sehingga berinisiatif untuk memecah keheningan di antara keduanya. Oke, pertanyaannya tidak terlalu buruk, salahnya ia sudah tahu jawabannya sedari awal karena melihat sebuah piring berisikan makanan di atas meja yang sama sekali tidak berkurang.
Damn, hanya orang bodoh saja yang tetap bertanya saat ia sendiri sudah mengetahui jawabannya.
"Bantu aku memakannya." Oke, dari jawaban pria itu jelas menunjukkan bahwa ia sendiri pun tahu bahwa Hinata telah mengetahui jawaban dari pertanyaannya.
"Hu-um," Hinata lalu sedikit beranjak dari posisinya untuk mengambil piring tersebut, rasa malu tentu saja melandanya, namun entah mengapa ia justru merasa senang akan permintaan Sasuke tersebut.
Aaa, selama ini dia memang tidak pernah melihat Sasuke secara langsung sejak pria itu pergi dari Konoha, maka ia percaya saja akan gosip-gosip yang beredar mengenai pemuda itu. sekarang Hinata tahu, bahwa yang namanya gosip tetap saja gosip, kebenarannya sangat diragukan.
Oke, mengenai gosip bahwa pemuda itu semakin tempan memang benar adanya, kuat? Bahwa melihatnya saja semua akan tahu bahwa Sasuke Uchiha sangatlah kuat. Meski begitu, siapa bilang Uchiha Sasuke itu menakutkan?
Lihat saja wajahnya saat Hinata menyuapinya makanan, ia seperti bocah cilik yang begitu senang karena baru saja mendapatkan hadiah. Hinata terpana tentu saja, tidak menyangka bahwa Sasuke akan berekspresi seperti itu saat ia menyuapinya.
Hinata sedikit bertanya-tanya tentang mengapa bukan Naruto ataupun Sakura yang menyuapi pemuda di hadapannya ini, kemudian ia mengingat fakta bahwa Sakura telah menjalin hubungan dengan Naruto sehingga Sasuke pasti merasa tidak enak jika Sakura yang menyuapinya. Sedang Naruto? Jangan ditanya…
Yang jelas, gadis bermata lavender ini sama sekali tidak memikirkan kemungkinan bahwa Uchiha Sasuke memang sengaja menunggunya untuk menyuapinya. Impossible
"U-uchi-"
"Sasuke, kau harus terbiasa memanggilku dengan nama itu," Sasuke menginterupsi kalimat Hinata, menatap tajam gadis itu sehingga ia bisa melihat dengan jelas semburat kemerahan di pipinya.
"Ba-baiklah," jawab Hinata gugup, siapa yang tidak gugup jika dipandangi oleh seorang Uchiha Sasuke seperti itu?
"Kau boleh pulang, aku menunggumu besok."
"Eh?" Hinata tidak salah dengar kan? Sasuke menginginkan kedatangannya lagi besok? Tunggu, Hinata tentu saja ingin menolak, tetapi wajah datar Sasuke yang jelas mengatakan tidak menerima penolakan membuatnya urung melakukannya. Sudahlah, toh tidak terlalu buruk.
"Ba-baiklah, ka-kalau begitu aku pulang dulu, Sa-sasuke-san," ujar Hinata sopan seraya beranjak meninggalkan tempat itu.
Hinata tidak tahu, bahwa Sasuke sempat menghela nafas kecewa saat mendengar panggilan gadis itu untuknya.
"Kenapa kau tidak menyebut namaku seperti kau memanggil Naruto?"
-Autumn Blossom-
Well, Sasuke memang mengatakan bahwa akan menunggunya besok. Tetapi Hinata sama sekali tidak menyangka bahwa kata 'besok' itu akan terus berlanjut hingga tiap harinya.
Satu lagi agenda khusus gadis berambut indigo tersebut, yakin menjenguk Uchiha Sasuke dan menyuapinya. Ia tentu saja merasa risih saat mendapat tatapan iri dari para Kunoichi di desanya, dan lebih risih lagi saat mendapat tatapan menggoda dari para staf rumah sakit saat melihat kedatangannya di tempat itu.
"Hinata-san? Seperti biasa, kau datang lagi ya."
Hinata berbalik dan mendapati Sakura yang kini tengah tersenyum ramah kepadanya, refleks, Hinata pun membalas senyuman tersebut dan mengangguk ringan.
"Apa yang kau bawa itu?" tanya Sakura saat melihat sebuah bungkusan yang dibawa oleh Hinata.
"I-ini makanan untuk Sasuke-san," jawab Hinata pelan, entah mengapa wajahnya memerah lebih cepat dari biasanya.
"Sasuke yang memintanya?" Sakura bertanya lagi dengan nada yang sedikit berbeda dari sebelumnya.
"Hum, iya. Sasuke-san tidak mau makan makanan rumah sakit, jadi aku membuatkan makanan untuknya," entah mengapa ada kebanggaan tersendiri yang dirasakan Hinata saat menjawab pertanyaan Sakura tersebut.
"Aa, ya sudah. Aku pergi dulu, masih ada pasien. Jaa," pamit Sakura seraya meninggalkan Hinata.
Meski sekilas, Hinata jelas menangkap raut kesedihan dan kekecewaan di mata Sakura. Ada apa dengan Kunoichi itu? Apakah ia cemburu dengan kedekatan Hinata dan Sasuke? Lantas, bukankah ia sendiri telah memiliki Naruto? Entahlah…
-Autumn Blossom-
"O-ohayou, Sasuke-san" ucap Hinata pelan saat memasuki ruangan tempat Sasuke dirawat.
"Hn."
Hinata tersenyum simpul seraya mendudukkan dirinya di kursi terdekat, gadis itu lalu menaruh bungkusan yang dibawanya di atas meja.
"Kau terlambat," ujar Sasuke tiba-tiba dengan nada yang terdengar begitu dingin.
"Go-gomen ne, Sasuke-san. A-aku habis bertemu Sakura-san tadi," jawab Hinata gugup, kenapa ia harus gugup? Mungkin karena kini –lagi-lagi- Sasuke menatapnya tajam.
"Dengan Naruto?" entah mengapa Hinata merasa seperti tengah diintrogasi.
"Ti-tidak, hanya Sakura-san," jawab Hinata kemudian, gadis itu lantas bertanya-tanya saat melihat wajah Sasuke yang tiba-tiba saja berubah sumringan -walau samar.
"Ka-kau sudah makan?" tanya Hinata.
"Aku menunggumu," jawab Sasuke santai.
Hhh, inilah yang sedikit memberatkan Hinata. Entah mengapa Sasuke tiba-tiba saja tidak mau memakan masakan rumah sakit, lebih parahnya, pemuda itu baru mau makan jika Hinata menyuapinya.
Tahu artinya? Well, Hinata harus menjenguk Sasuke tiga kali sehari!
Hinata tidak tahu bahwa seorang Uchiha bisa menjadi semanja ini, ia berfikir bahwa seorang Uchiha pastilah lebih keras dan kaku dibanding mereka, klan Hyuuga. Walau Hinata sendiri tidak memungkiri bahwa ia senang melihat Sasuke yang seperti ini, ini adalah kali pertama ada seseorang yang begitu bergantung padanya.
Satu lagi, Hinata tidak sadar bahwa perlahan-lahan ia sudah melupakan perasaannya pada Naruto semenjak kedatangan Sasuke.
-Autumn Blossom-
"Hinata, apa kau sudah mendengar kabar yang beredar mengenai hubunganmu dengan Sasuke?" Tenten bertanya dengan nada ragu saat ia dan sepupu teman satu timnya itu tengah duduk-duduk santai di teras kediaman Hyuuga.
"Mmm, a-aku tidak tahu," jawab Hinata seraya mulai berpikir akan kabar-kabar yang sedang simpang siur saat ini.
"Hm, bukan kabar baik sih sebenarnya," lagi-lagi nada suara Tenten jelas menunjukkan keraguan, membuat Hinata semakin penasaran ingin mendengarnya.
"Ka-katakan saja Tenten-san," pinta Hinata sopan.
"Mmm…" Tenten tampak berpikir sejenak, wajah Kunoichi itu jelas menampakkan keraguan yang dalam.
"A-aku mohon," pinta Hinata sekali lagi, gadis itu mendapat feeling bahwa jika ia tidak memohon seperti itu, Tenten pasti tidak akan menceritakan apapun padanya.
"Yeah, kau pasti sadar kan bahwa kami semua sudah mengetahui tentang perasaanmu pada Naruto? Bukan kami saja, tapi seluruh warga Konoha," Tenten menatap Hinata dengan pandangan ragu.
"La-lantas?" oh ayolah, Hinata ingin segera mendengarnya sekarang juga.
"Lalu mengenai kedekatanmu dengan Uchiha Sasuke… sebenarnya cukup banyak pihak yang mengatakan bahwa kau sengaja mendekatinya untuk menarik perhatian Naruto," kali ini Tenten jelas menatap Hinata dengan pandangan bersalah.
"Eh?"
"Kurasa ini lebih parah dari gosip yang mengatakan bahwa kau menjadikan Uchiha Sasuke sebagai pelarianmu," jelas Tenten lagi.
Hinata langsung terdiam mendengar hal tersebut, ia sama sekali tidak menyangka bahwa dirinya akan digosipkan dengan Uchiha Sasuke. Lebih parahnya lagi, gosip itu lebih kepada untuk memojokkan dirinya.
Gosip itu jelas tidak benar, tetapi, mengapa ia sama sekali tidak bisa membantahnya? Ia sama sekali tidak pernah berniat merebut Naruto melalui Sasuke, tetapi, tentang ia yang menjadikan Sasuke sebagai pelarian…
Hinata jelas ragu dengan jawabannya sendiri.
"Hinata? Kau tidak apa-apa?" Tenten menatap Hinata dengan pandangan cemas.
"Tidak usah dipikirkan, aku tahu kau pasti tidak seperti itu. Lagipula, menurut ceritamu, bukankah Sasuke sendiri yang memintamu menjenguknya setiap hari?" sambung Tenten, ia tentu semakin merasa bersalah melihat sikap Hinata yang terus diam itu.
Hinata menatap Tenten dengan pandangan terimakasih, ia tahu bahwa gadis itu pasti merasa bersalah telah menceritakan gosip miring itu kepadanya.
"Sudah ya, aku ada misi. Lagipula ini sudah waktunya kau menjenguk Sasuke," ujar Tenten yang sengaja menggoda Hinata.
Aaa, benar juga, ini sudah waktunya Sasuke makan siang. Tetapi entah mengapa setelah mendengar gosip miring itu ia menjadi urung untuk membesuk Sasuke. Ia merasa enggan bertemu pria itu sekarang, entah karena rasa bersalah ataupun yang lainnya. Tidak masalah bukan? Masih banyak gadis-gadis lain yang bersedia membuatkan Sasuke makanan serta menyuapinya…
Benar, ini tidak akan menjadi masalah jika Hinata tidak lagi membesuk Uchiha Sasuke.
-Autumn Blossom-
Sudah tiga hari semenjak Hinata memutuskan untuk tidak menjenguk Sasuke, dan tidak dapat dipungkiri bahwa Hinata merasa jauh lebih lama dari itu. Ia kesepian, juga khawatir. Hinata bahkan sadar bahwa ia begitu ingin bertemu Sasuke sekarang juga, namun ditahannya karena ia merasa tidak pantas untuk bertemu pria itu.
Tetapi apa daya, Hinata begitu merindukan juga mengkhawatirkan Sasuke. Ia penasaran tentang siapa yang kini menggantikan posisinya, membuatkan pria itu makanan serta menyuapinya.
Aaa, melihatnya diam-diam tidak ada salahnya bukan? Cukup mencari tahu apakah pemuda itu baik-baik saja atau tidak, dan ia bisa memanfaatkan Byakugan miliknya di saat seperti ini.
Well, maka sore itu Hinata memutuskan untuk pergi diam-dima ke hutan kecil yang terletak di belakang rumah sakit Konoha, cukup di tempat itu dan ia akan bisa mengetahui keadaan Sasuke dengan bantuan Byakugan miliknya.
Kreek.
Suara ranting patah mendominasi keheningan sore itu, angin musim gugur kini membelai-belai wajah manis pewaris Hyuuga yang tengah berjalan tenang memasuki hutan. Indah bukan? Musim gugur di Konoha memang selalu yang paling indah –setidaknya menurutnya-.
Sayang sekali ia harus patah hati di musim gugurnya kali ini, stop! Lupakan patah hati, bukankah ia kemari untuk 'mengintip' Sasuke? Yeah, itu benar, tetapi ia tetap tidak bersalah jika pikirannya tiba-tiba saja melenceng ke memori saat-saat ia menyukai Naruto. Bagaimanapun juga, hutan ini turut menjadi saksi bisu bagaimana perjuangannya mengintip Naruto latihan diam-diam dulu.
"Aku menunggumu."
DEG.
Suara ini…
Hinata refleks berbalik dan begitu terkejut saat melihat pemilik suara yang kini tengah duduk bersandar di batang pohon seraya menatapnya sendu.
"Sa-Sasuke-san…"
-Autumn Blossom-
"Ap-apa yang kau lakukan di tempat ini, Sa-sasuke-san?" Hinata tentu saja terkejut dengan keberadaan pria itu di hutan, bukankah pria itu seharusnya tengah berada di rumah sakit?
"Aku melarikan diri, di sana benar-benar membosankan."
What the? Yang benar saja! Tidak tahukah pria itu bahwa luka yang didapatnya sehabis bertempur melawan Madara itu tidaklah ringan? Hinata bahkan ragu bahwa pria ini masih bisa hidup setelah pertempuran itu –walau itu terbukti salah.
"Ka-kau harus segera ke-kembali, Sa-sasuke-san," perintah Hinata pelan, entah kekuatan apa yang membuat gadis indigo ini kini berjalan mendekat ke arah Sasuke.
"Tidak, kecuali kau bersedia ikut denganku."
"Eh?"
Grep.
Lavender Hinata kontan melebar saat menyadari bahwa tubuhnya tiba-tiba saja sudah berada di pangkuan Sasuke, pria berambut raven itu lantas memeluk pinggangnya erat dan mendekatkan wajah keduanya, membuat wajah Hinata yang sejak awal sudah memerah kini semakin merah.
"Kenapa kau tidak datang menjengukku lagi?" pertanyaan simpel, namun Hinata jelas menangkap nada kekecewaan serta tuntutan dalam nada suara tersebut.
"A-ano, eto…" uhk, Hinata tidak yakin harus menjawab apa atas pertanyaan Sasuke barusan. Haruskah ia jujur? Rasanya tidak.
"Apa seseorang berkata sesuatu padamu?"
'Ya.'
"Ti-tidak," dusta Hinata.
"Lantas?" kali ini Sasuke benar-benar menatap tajam Hinata, tatapan mengitimidasi yang seolah mengatakan bahwa gadis itu miliknya.
"A-ano, ku-kurasa kau sudah ti-tidak membutuhkanku lagi. A-aku…" Hinata menggantungkan kalimatnya, tidak yakin akan melanjutkan kebohongannya atau tidak.
"Aku membutuhkanmu, hanya kau."
DEG.
"Sejak aku kehilangan anggota keluargaku, yang kubutuhkan hanyalah perhatian dari seorang gadis mungil yang selalu tersenyum lembut, walau senyum itu bukan untukku," kali ini Sasuke menenggelamkan wajah Hinata tepat di dadanya, memeluk gadis itu erat dan menyesap aroma lavender yang menguar dari tubuh gadis itu.
"Aku selalu berharap gadis itu melihatku dan memanggil namaku dengan aksen memuja seperti gadis-gadis lainnya, berharap bahwa senyum manis yang terpatri di wajahnya ditujukan untukku, berharap bahwa wajahnya merona karenaku, juga berharap bahwa gadis itulah yang menghentikanku di malam saat aku akan meninggalkan Konoha."
"Sa-sasu-"
"Aku bahkan berharap bahwa gadis itulah yang mendapatkan misi untuk menjemputku kembali ke desa ini, menyambutku dengan senyuman dan mengatakan bahwa ia selalu menungguku."
"…"
"Tapi aku harus menelan kenyataan pahit menyadari fakta bahwa perhatian gadis itu hanya tertuju pada seseorang yang selama ini aku anggap bodoh, dan aku sangat kesal akan hal itu."
Oke, ini cukup membuat Hinata terkejut bahwa seorang Uchiha bisa berbicara sebanyak ini. Bukan hal yang mustahil memang, beberapa anggota klan Hyuuga pun sering terlihat menjadi 'cerewet' jika berada di samping orang yang dicintainya. Eh, di'cinta'inya?
"Dia bahkan tidak langsung menjengukku saat aku kembali ke Konoha. Di saat semua terlihat antusias untuk menemuiku, ia sama sekali tidak terlihat seolah benar-benar tidak peduli padaku."
DEG.
Rasanya Hinata tahu siapa yang Sasuke maksud…
"Meski harus menunggu selama seminggu, aku bersyukur saat akhirnya dia datang melihatku. Walau pada akhirnya dia meninggalkanku lagi dengan alasan yang bahkan tidak kuketahui."
Grep.
Hinata memeluk Sasuke erat, bahkan sangat erat dibanding saat ia memeluk jenazah Kaa-sannya dulu. Hinata tidak tahu apa yang membuat lavender indahnya kini menitikkan air mata, ia pasti akan terisak jika saja sebuah telapak tangan kekar tidak mengelus-ngelus punggungnya lembut.
Ia yang selama ini hanya terpaku pada Naruto sama sekali tidak menyangka bahwa akan ada seseorang yang begitu mengharapkannya, begitu menginginkannya dan begitu menderita karenanya.
Tatapan kebencian dan meremehkan yang selama ini diterimanya membuatnya takut untuk melihat orang-orang yang dirasanya sangat jauh di atasnya, termasuk Uchiha Sasuke.
"A-aku tidak be-bermaksud meninggalkanmu, pe-percayalah," Hinata berujar pelan, entah mengapa suaranya kali ini terdengar lebih merdu dari biasanya di telinga Sasuke.
"Kau tidak mau menjengukku lagi," oh my, dan kenapa Sasuke harus meresponnya dengan nada kecewa?
"Go-gomen ne, ta-tapi aku be-benar tidak bermaksud se-seperti itu," Hinata berusaha meyakinkan pemuda yang sedang memeluknya dan dipeluknya itu, rasanya hangat.
"Kau takut padaku? Itu kah alasanmu tidak menjengukku lagi?"
Hinata terpengarah seraya melepaskan pelukannya, ditatapnya onyx yang kini juga menatapnya kecewa. Demi tuhan, ia sama sekali tidak memikirkan hal itu!
"Ke-kenapa a-aku harus takut padamu?" tanya Hinata balik, gadis itu berusaha meyakinkan jawabannya.
"Karena aku adalah mantan nuke-nin, aku orang brengsek yang membunuh kakaknya sendiri. Lebih dari itu aku pernah berniat menghancurkan Kono-"
"SSssst, di-diamlah. Ku-kumohon, jangan merendahkan dirimu se-seperti itu," potong Hinata, rasanya ia tidak sanggup mendengar semua masa lalu kelas Sasuke tersebut.
"Hn, itu kenyataan," Sasuke menjawab dengan nada yang penuh penekanan.
"A-aku tidak tahu, a-aku sama sekali tidak tahu mengapa aku tidak pernah merasa takut padamu. Se-sebaliknya, a-aku merasa nyaman," Hinata menjawab pertanyaan Sasuke sebelumnya seraya mengalihkan topik, wajahnya sudah semerah tomat mengingat apa yang baru saja diucapkannya.
Sasuke tersenyum tipis mendengarnya, senyum yang terlalu tipis untuk disadari oleh Hinata. Pemuda itu lalu kembali memeluk Hinata erat dan membenamkan wajahnya di leher gadis itu.
"Aku akan kembali ke rumah sakit jika kau berjanji akan menjengukku seperti dulu," permintaan yang egois, tetapi -entah mengapa- Hinata menyukainya.
"Y-ya."
-Autumn Blossom-
"Ada urusan apa Anda memanggi saya kemari, Godaime-sama?" Hyuuga Hiashi membungkuk hormat sebelum kembali menatap wanita yang tengah duduk di hadapannya.
"Duduklah," perintah Tsunade tegas, wajah cantiknya menunjukkan kewibawaan yang lumayan jarang terlihat.
Hyuuga Hiashi pun menarik kursi yang berada tepat di depan meja Hokage lalu mendudukinya, mata lavendernya yang tajam lalu kembali tertuju pada Tsunade yang juga tengah menatapnya tajam.
"Langsung saja, ini mengenai permintaan Uchiha Sasuke dan juga merupakan permintaanku yang secara tidak langusng mewakili warga Konoha."
Hiasahi mengerutkan keningnya saat Tsunade menyebut-nyebut nama mantan nuke-nin yang baru saja kembali itu, entah mengapa ia sedikit mendapati firasat burut terlebih saat Tsunade semakin tajam menatapnya.
"Uchiha Sasuke menginginkan putrimu menjadi seorang Uchiha," ujar Tsunade tegas.
"Saya tidak mengerti, Hokage-sama," respon Hiashi tenang.
"Pemimpin klan terpandang sepertimu pasti mengerti maksudku. Bocah Uchiha itu menginginkan putrimu," jelas Tsunade dengan nada yang sedikit bosan.
"…"
"Ini adalah permintaan langsung dari bocah itu, dan jangan lupakan bahwa ini juga termasuk permintaanku sebagai Hokage," lanjut Tsunade.
"Atas dasar apa aku harus menuruti permintaan itu, Hokage-sama?" Hiashi bertanya dengan suara tegas meminta penjelasan.
"Kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa dialah yang membantu Naruto mengalahkan Madara, tanpanya mungkin saja Naruto akan mati dan kita akan dikuasai oleh tua bangka itu," kali ini Tsunade sedikit merilekskan tubuhnya dengan bersandar di kursi khusus untuknya.
"Hanya itu?" tanya Hiashi sarkastik.
"Tentu saja tidak, kita tentu tidak bisa mengabaikan alasan kehancuran klan Uchiha itu sendiri. Semua sudah tahu, bahwa Uchiha Sasuke pernah berniat menghancurkan Konoha, dan semua tahu bahwa itu karena kesalah pahaman belaka."
"…"
"Kembali ke asal kesalah pahaman itu sendiri, kau pasti akan teringat mengenai Uchiha Itachi dan pengorbanannya. Demi Konoha Uchiha Itachi rela membantai anggota klannya, demi Konoha ia rela bergabung dengan Akatsuki dan dibenci oleh Sasuke."
"…"
"Kau pasti mengerti Hyuuga-san, Konoha lah yang menjadi sebab kehancuran klan Uchiha walau tidak secara langsung, dan untuk memperbaikinya, maka Konoha juga lah yang harus membantu membangkitkan klan Uchiha."
Hyuuga Hiashi terdiam untuk beberapa saat, jauh dalam hatinya ia membenarkan apa yang telah dikatakan oleh Tsunade. Rahasia kelam Konoha yang ditanggung seorang diri oleh Uchiha Itachi merupakan hal yang luar biasa, ia juga tidak boleh melupakan bagaimana perasaan Uchiha Sasuke yang selama ini membenci kakaknya sendiri tanpa mengetahui alasan pembantaian itu.
Ia tidak menyangkal, bahwa semuanya terlalu kejam untuk Sasuke dan Itachi.
"Aku mengharapkanmu, Hyuuga-san." Ujar Tsunade sedikit mengagetkan Hiashi.
"Lalu, kenapa harus putriku, Hokage-sama? Anda bisa menawarkan kepadanya beberapa Kunoichi dari klan lainnya," tanya Hiashi sekali lagi.
"Jangan bercanda, Hyuuga-san. Kau tahu betul tujuan kita adalah membangkitkan klan Uchiha, dan itu tidak akan tercapai jika kita tidak melakukannya dengan hati-hati."
"?"
"Klan Uchiha adalah klan khusus yang dianugerahi Sharingan sebagai kekuatannya. Selama ini mereka selalu melakukan pernikahan sesama anggota klan, sehingga keturunan yang dihasilkan pastilah memiliki Sharingan seperti leluhur mereka," jelas Tsunade.
"Itu belum menjelaskan apapun, Hokage-sama," Hiashi sedikit protes dengan penjelasan Tsunade yang terkesan rancu itu.
"Jika kita menikahkannya dengan anggota klan lain, maka kemungkinan keturunan mereka akan mempunyai Sharingan sangatlah kecil, dan itu jauh dari tujuan kita membangkitkan klan Uchiha," Tsunade tampak bosan memberi penjelasan pada pemimpin klan Hyuuga yang entah mengapa jadi sedikit bodoh itu.
"Dan apa hubungannya dengan putriku?" Hiashi Hyuuga masih berkeras rupanya.
"Karena Hinata berasal dari klan utama Hyuuga, Byakugan miliknya hampir mempunyai kemampuan yang sama dengan Sharingan. Kau harus ingat, bahwa Sharingan dan Byakugan berasal dari mata yang sama, yaitu Rinnegan."
Hiashi memejamkan kedua mata peraknya sejenak, Tsunade memang benar. Kemungkinan mendapatkan keturunan yang memiliki Sharingan akan lebih besar jika Uchiha terakhir itu menikah dengan anggota klan Hyuuga.
"Aku bisa menyiapkan gadis-gadis souke Hyuuga untuknya, tidak harus putriku," bantah Hiashi sekali lagi dan kali ini mendapatkan seulas senyum misterius dari Tsunade sesaat sebelum pernyataannya terjawab.
"Tidak bisa, karena bocah Uchiha itu hanya menginginkan putrimu."
.
.
.
To be continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar