Sudah lima menit berlalu sejak pertama kali Hinata memasuki ruangan
ini, dan Hiashi masih belum mengatakan apapun padanya. Ini adalah hal
yang aneh mengingat ayahnya bukan tipe orang yang suka bertele-tele,
bahkan cenderung to the point.
Hinata masih
bertanya-tanya tentang alasan mengapa ia dipanggil ke ruangan khusus
milik ayahnya ini, dalam beberapa detik ia kembali berusaha mengingat
kesalahan-kesalahan apa saja yang telah Ia perbuat.
Jangan
salahkan gadis itu jika ia berpikir negatif tanpa bukti seperti ini,
selama ini ia memang tidak pernah dipanggil ke ruangan itu selain karena
ia telah melakukan kesalahan yang dianggap memalukan bagi klan.
"Ehm."
Suara Hiashi sedikit mengejutkan putri Hyuuga tersebut, gadis itu lalu
kembali mendongakkan wajahnya menatap wajah sang ayah.
"Langsung saja, kemarin ayah dipanggil oleh Hokage-sama untuk membicarakan masalah permintaan Uchiha Sasuke."
Hinata sedikit mengangkat alisnya saat mendengar nama seorang pemuda yang sudah mulai mengisi hatinya secara perlahan itu.
"Bukan hanya Uchiha, ini juga termasuk permintaan resmi Hokage selaku wakil Konoha."
"La-langsung saja, Tou-san." Hinata berujar tegas saat Hiashi tak kunjung mengatakan pokok permasalahan yang sebenarnya.
"Mereka
memintamu untuk menikah dengan Uchiha Sasuke," ujar Hiashi tegas, namun
tak urung matanya memandang sayu ke arah putri sulungnya tersebut.
Hinata
tentu terkejut dengan permintaan itu, berbagai macam perasaan
berkecamuk dalam dirinya. Senang? Entahlah, yang jelas ia sama sekali
tidak merasa sedih.
"Ka-kapan pernikahan itu akan dilangsungkan?"
Hiashi
membelalakkan matanya saat mendengar respon putrinya tersebut, tidakkah
ia ingin menolak? Hiashi sadar bahwa selama ini ia selalu memaksakan
kehendaknya pada Hinata, jadi wajar saja jika Hinata beranggapan bahwa
ia telah menyetujui permintaan itu sebelum menanyakannya langsung pada
Hinata. Meski begitu? Tidakkah terbersit daam pikiran anaknya itu untuk
menolak apa yang dikatakannya?
"Kau tidak ingin menolak?"
"A-apa aku bisa menolak?" oke, jawaban Hinata kali ini benar-benar membuat hatinya miris.
"Ini
hidupmu, Hinata. Kau berhak memilih," ujar Hiashi tegas, ia tidak tahu
bahwa perkataannya itu telah menimbulkan secercah harapan pada Hinata.
Harapan bahwa ayahnya masih menyayangi dan peduli padanya.
"A-aku
menyetujuinya, Tou-san," jawab Hinata pada akhirnya, gadis itu sadar
bahwa ia tidak punya alasan untuk menolak permintaan itu. Bagaimanapun
juga, cintanya pada Naruto telah kandas, dan ia berhak memiliki cinta
yang baru.
"Bagaimana dengan hak warismu? Kau akan menyerahkan begitu saja pada Hanabi?" Hiashi kembali bertanya dengan nada serius.
"A-aku
tidak tahu ka-kalau aku masih memiliki hak waris sebagai pemimpin
klan," walaupun dengan nada gugup, Hinata masih sempat tersenyum hambar
saat menjawab pertanyaan tersebut.
"Berhentilah berkata seolah kami benar-benar membuangmu,
Hinata!" Hiashi menatap Hinata dengan pandangan nanar, ia sama sekali
tidak menyangka bahwa putrinya akan mengatakan hal yang membuat hatinya
semakin miris itu.
Sedang Hinata? Gadis itu kini kembali menunduk
dalam diam, apa ia melakukan kesalahan? Seingatnya semua anggota klan
ini memang memandang remeh dirinya, terutama ayahnya. Setahunya, tidak
pernah sekalipun ayahnya mengatakan bahwa ialah pewaris Hyuuga, ayahnya
lebih senang membanggakan adiknya dan mengatakan bahwa Hanabi lah yang
akan memimpin klan Hyuuga kelak.
"Kau tetap putriku, hak waris
tetap berada di tanganmu dan aku sama sekali tidak akan memberikannya
kepada orang lain tanpa persetujuanmu." Kali ini nada suara Hiashi sudah
kembali normal, ia lalu menatap sendu ke arah putrinya yang kini masih
tertunduk.
Hiashi kini benar-benar menyesal akan perlakuan pilih
kasihnya kepada Hinata dulu. Hinata adalah Kunoichi yang kuat dan
mengagumkan, hanya saja sifat lemah lembutnya menjadikan kelemahan
tersendiri baginya, gadis itu tidak tega menyakiti orang lain.
"To-tousan
bisa me-menyerahkan posisi itu pada Hanabi-chan atau Neji-nii," jawab
Hinata kemudian, membuat Hiashi kembali menghela nafas mendengarnya.
"Kau sungguh-sungguh akan melepaskannya?" tanya Hiashi sekali lagi.
"Y-ya."
Dan
percakapan di ruangan itu pun telah usai, tanpa mengatakan apapun lagi,
Hinata segera beranjak keluar dari ruangan itu meninggalkan ayahnya
yang kini tengah menatapnya dengan tatapan menyesal.
Hyuuga Hiashi
mengusap wajahnya pelan, kembali ia teringat akan sosok istrinya yang
telah meninggalkannya beberapa tahun silam menghadap sang pencipta.
'Tak kusangka ia akan benar-benar menjadi seperti dirimu, istriku. Maafkan aku.'
.
.
Standard Warning Applied
Disclaimer : Om Masashi Γ_Γ
Rated : T
Pairing : SasuHina
Genre : Romance
This Fiction originally had been posted at Fanfiction.net
.
.
Autumn Blossom
Tap tap tap.
Hinata
berjalan dalam diam melewati lorong rumah sakit, wajah manisnya
terlihat memerah setiap kali seseorang menyapanya dengan tatapan
menggoda. Uhk, padahal baru semalam ayahnya memberitahunya mengenai
perjodohannya dengan Sasuke, tapi berita itu sudah menyebar rata
keesokan paginya.
Hinata bukanlah gadis yang kuat dalam menerima
berbagai godaan, ia yakin sebentar lagi akan pingsan jika terus mendapat
tatapan seperti ini. Bayangkan saja, seluruh penghuni rumah sakit
bahkan telah memanggilnya dengan sebutan 'nyonya Uchiha'!
Beruntung
Sasuke sudah diperbolehkan pulang hari ini, sehingga ia tidak perlu
lagi ke tempat ini besok. Hhh, rasanya Hinata ingin cepat-cepat
memulangkan Sasuke sekarang juga, ia sudah tidak tahan berada di tempat
ini.
"Hinata-san."
Sebuah suara yang dikenal Hinata
memanggil namanya pelan, tak urung gadis manis ini pun menolehkan
wajahnya dan menyapa balik pemilik suara tersebut.
"Sakura-san, O-ohayou" Hinata tersenyum lega saat tidak mendapati Naruto di sebelah Sakura.
"Ohayou," Sakura menjawab sapaan Hinata dengan sedikit canggung.
"A-ada
perlu denganku, Sa-sakura-san?" tanya Hinata, jika memang hanya sekedar
menyapa, maka ia harus sesegera mungkin meninggalkan tempat itu menuju
kamar Sasuke.
"Ng… sebenarnya tidak ada. Tapi, bolehkah aku
bertanya sesuatu?" Hinata dapat melihat raut keingintahuan yang
terpancar jelas di wajah Sakura.
"Y-ya."
"Kau… apa benar kau akan menikah dengan Sa-sasuke?" Hinata sadar suara Sakura sedikit tercekat saat menyebut nama Sasuke.
Hinata terdiam beberapa saat lalu mengangguk pelan.
"I-itu permintaan langsung dari Hokage."
'Dan dari Sasuke sendiri,' Hinata menambahkan dalam hati.
"Kau menyetujuinya?" Sakura bertanya seraya memandang ragu sosok Hinata.
"Y-ya."
"Ka-kau mencintainya?"
DEG.
Lagi-lagi Hinata terdiam beberapa saat setelah mendengar pertanyaan Sakura.
"Ke-kenapa kau menanyakan hal itu?" tanya Hinata balik dan ini sukses membuat Sakura terdiam beberapa detik.
"Ti-tidak
apa-apa, hanya saja… bukankah kau mencintai Naruto?" tanya Sakura
hati-hati, ia tentu tidak ingin menyakiti hati Kunoichi di depannya itu.
Hinata
tersenyum hambar seraya menatap miris Sakura, untuk apa wanita itu
menyinggung soal perasaannya pada Naruto? Bukankah ia sendiri tahu bahwa
semua rasa cintanya pada Naruto telah berakhir? Lebih tepatnya terpaksa
berakhir.
"A-aku sudah menghapus perasaan itu, Sa-sakura-san.
Ku-kurasa bukan hal yang baik jika kita mencintai seseorang yang sudah
terikat."
JLEB.
Entah mengapa kalimat Hinata begitu menusuk
bagi Sakura, meski gadis pink itu tahu bahwa Hinata sama sekali tidak
bermaksud demikian.
"A-aku harus pergi sekarang, Sa-sasuke
menungguku. Jaa," Hinata lalu beranjak meninggalkan Sakura yang kini
masih termangu dengan kalimatnya.
-Autumn Blossom-
Cklek.
"Ohayou,"
sapa Hinata pelan saat ia baru saja membuka pintu kamar Sasuke, mata
lavendernya bergerak liar mencari sosok Sasuke dan mendapati pemuda itu
kini berdiri membelakanginya menghadap jendela.
"Hn."
"Aaa, ka-kau akan pulang hari ini. Ba-bagaimana perasaanmu?"
"Hn." Mata Hinata sedikit menyipit saat tidak mendapat tanggapan sama sekali dari Sasuke, ada apa dengan pria itu?
Perlahan,
Hinata berjalan mendekat ke arah Sasuke dan berdiri di sebelah pria
itu. Hinata tersenyum lembut pada Sasuke saat mata mereka tidak sengaja
bertemu, lavendernya jelas menangkap raut kegelisahan di onyx kelam
tersebut.
"Kau sudah tahu bukan?" suara Sasuke tampak serak
seolah-olah yang ditanyakannya adalah sesuatu yang buruk. Tidak perlu
penjelasan, Hinata tahu apa yang di maksud oleh Sasuke.
"Y-ya, Tou-san sudah memberitahuku semalam," jawab Hinata tenang.
"Apa jawabanmu?" kali ini Sasuke membalikkan tubuhnya sehingga berhadapan langsung dengan tubuh Hinata.
"A-aku menyetujuinya."
Hinata
tertunduk malu saat mengucapkan kalimatnya yang terakhir sehingga gadis
itu tidak sempat menangkap seulas senyum yang terpatri di wajah tampan
Sasuke. Tanpa seizin Hinata terlebih dahulu, Sasuke menarik tubuh gadis
itu ke pangkuannya setelah sebelumnya ia mendudukkan dirinya di atas
ranjang.
"Hokage-sama memberiku jaminan untuk membantuku
membangkitkan klan Uchiha dengan syarat aku mau kembali ke Konoha,"
jelas Sasuke tiba-tiba, kedua tangan pria itu merangkul pinggul Hinata
erat sedang wajah tampannya sedikit mengadah untuk melihat wajah manis
Hinata yang sedikit lebih tinggi darinya.
"Saat itu yang terpikir olehku hanya kau."
"Eh?"
wajah Hinata sontak memerah mendengar kalimat Sasuke tersebut, rasanya
begitu memalukan serta membahagiakan mengingat kalimat itu diucapkan
oleh seorang Uchiha Sasuke.
"Mungkin sedikit licik, tapi aku
benar-benar menginginkanmu meski harus memaksa dan mengatas namakan
permintaan Hokage," Sasuke sedikit menyeringai saat melihat wajah Hinata
yang semakin memerah.
"A-apa karena a-aku anggota klan Hyuuga
maka kau memilihku?" Hinata tentu tidak bodoh, ia mengetahui dengan
jelas mengenai sejarah Sharingan dan Byakugan yang berasal dari
keturunan yang sama.
"Justru karena kau 'Hinata' maka aku memilihmu, meski kau berasal dari klan lainnya."
Hinata
tidak tahu seperti apa perasaannya saat ini, yang jelas gadis bermata
lavender itu tidak bisa berhenti tersenyum saat mendengar kalimat Sasuke
tersebut. Ia tidak pernah menyangka bahwa orang sedingin Sasuke bisa
mengucapkan hal seperti ini, yah, bagaimanapun juga Sasuke tetaplah
manusia, dan ia mempunyai perasaan.
"Apa kau terpaksa menerimaku?"
pertanyaan Sasuke tak urung membuat Hinata sedikit terkejut, namun
sedetik kemudian gadis itu tersenyum lembut seraya memejamkan kedua
matanya.
"Ti-tidak, wa-walau masih sedikit, ta-tapi aku tahu perasaanku. A-aku mencintaimu."
Blush.
Entah
semerah apa wajah Hinata sekarang, rasanya ia ingin menghilang saja
dari muka bumi ini. Ini jauh lebih memalukan dibanding saat ia
menyatakan perasaannya pada Naruto dulu, meski begitu, perasaan yang
ditimbulkan pun jauh lebih nyaman.
Sasuke memeluk Hinata erat,
bibir merahnya sedikit melengkung membentuk seulas senyuman, masih ada
satu rahasia yang tidak diungkapkannya pada gadis itu. Siapa yang tahu?
Bahwa ia selalu menunda kepulangannya ke Konoha hingga ia mendengar
kabar bahwa Sakura dan Naruto telah menjalin hubungan.
Saat cinta
Hinata tidak terbalaskan, saat itulah ia akan kembali ke Konoha. Dengan
memanfaatkan janji Tsunade padanya, Sasuke bertekad akan mendapat Hyuuga
Hinata sebagai miliknya apapun caranya.
-Autumn Blossom-
Sudah
seminggu sejak kepulangan Sasuke dari rumah sakit, dan tatapan menggoda
dari warga Konoha pada Hinata sama sekali tidak berubah, terlebih
dengan adanya kabar bahwa pernikahan mereka akan dilangsungkan
secepatnya.
Sejak saat itu, Hinata selalu saja mendapatkan misi
bersama Sasuke. Gadis Hyuuga itu hendak protes tentu saja, bagaimanapun
juga ia telah mempunyai timnya sendiri. Tetapi apa daya, bahkan Kiba dan
Shino sendiri mengatakan bahwa mereka tidak terlalu membutuhkan bantuan
Hinata, dan berdalih bahwa Sasuke lebih membutuhkannya karena untuk
saat ini bungsu Uchiha itu tidak memiliki anggota kelompok –berhubung
posisinya di tim tujuh telah tergantikan oleh Sai.
Saat senggang
pun begitu, Hinata lebih sering menghabiskan waktunya dengan menemani
Sasuke latihan. Tidak dapat disangkal bahwa ia begitu terpesona oleh
kekuatan Sasuke, jurus-jurus milik pemuda berambut raven itu merupakan
jurus tingkat tinggi yang jarang dilihatnya –bahkan tidak pernah.
Ia
yang dulunya sering menghabiskan waktu dengan mengintip Naruto latihan
kini berganti dengan menemani Sasuke latihan, sesekali ia hanya menatap
Sasuke sedang berlatih seorang diri, sesekali pula ia menjadi teman
latihan Sasuke dan bisa ditebak ia tidak pernah menang dari pemuda itu.
Semua
berjalan seperti biasa, meski begitu Hinata tetap bisa menangkap
keganjalan yang terjadi. Ia mungkin tidak pernah bertemu Naruto karena
pemuda itu sedang ada misi di Suna, tetapi Sakura? Hinata sadar betul,
bahwa Kunoichi berambut pink itu tengah menjauhinya.
Awalnya
Hinata berpikir bahwa alasan Sakura menjauhinya karena gadis itu tahu
bagaimana perasaannya pada Naruto, tentu saja Sakura yang sekarang ini
sedang menjalin hubungan dengan Naruto pasti merasa bersalah padanya.
Tetapi
kemudian Hinata merasa ragu akan alasan itu semenjak kedekatannya
dengan Sasuke, ia bahkan mulai berpikir bahwa Sakura menjauhinya karena
gadis itu masih mencintai Sasuke dan merasa sakit akan hubungannya
dengan Sasuke. Entahlah…
-Autumn Blossom-
Srek.
DEG.
"Siapa?"
Hinata
baru saja kembali dari misi bersama Sasuke dan sedang duduk istirahat
bersandar di pohon saat gadis itu mendengar suara mencurigakan dari
belakangnya, ia masih sangat lelah sehingga responnya sangat jelek
sekarang ini.
Dalam hati, Hinata berdoa bahwa suara aneh itu
berasal dari hewan-hewan yang berkeliaran di sekitar hutan itu. Gadis
itu sedikit takut mengingat kondisi tubuhnya yang masih lemah dan Sasuke
yang tidak berada di sisinya –pemuda itu tengah menghadap di kantor
Hokage.
"Yo, Hinata-chan!"
"Na-naruto-kun?"
Great!
Walau tidak membahayakan, tetap saja kedatangan pria itu tidak membuat
Hinata merasa jauh lebih baik. Terlebih saat pemuda itu malah mengambil
posisi dengan duduk di sebelahnya, sungguh Hinata jadi ingin segera
meninggalkan tempat ini.
"Kau sedang apa di tempat ini?" tanya Naruto seraya memandang Hinata dengan mata biru laut miliknya.
"A-aku baru saja menyelesaikan misi dan i-istirahat di tempat ini," jawab Hinata, tentu saja dengan wajah yang menunduk.
"Dengan Sasuke?" entah mengapa Hinata merasa ada keganjalan dalam nada suara Naruto.
"Y-ya."
Cukup lama bagi keduanya terdiam sampai salah satunya kembali memulai pembicaraan.
"Kau, benar-benar akan menikah dengan Sasuke?"
"Y-ya."
"Kau mencintainya?"
Ck, kenapa baik Sakura maupun Naruto bertanya hal yang sama padanya?
"…"
Hinata tidak menjawab pertanyaan Naruto, hal yang salah karena sikapnya itu justru membuat Naruto semakin memandangnya tajam.
"Jika aku memilihmu sekarang, apa kau mau meninggalkan Sasuke dan hidup bersamaku?"
"Eh?"
Hinata tersentak kaget saat mendengar penuturan pemuda blonde tersebut,
dipandangnya mata biru laut itu tajam dan ia dapat dengan jelas melihat
ada luka di sana.
"Ka-kau melakukannya untuk Sakura-san, bukan?"
Kali ini Naruto lah yang tersentak kaget mendengar jawaban Hinata.
"Sa-sampai kapan kau mau menyakitiku? Ka-kau tidak mencintaiku ta-tapi mengajakku hidup bersama. A-aku bukan boneka, Naruto."
Ya, memang benar. Naruto memang melakukan semua ini untuk Sakura.
"Kau benar. Sakura masih mencintai Sasuke, dan aku tidak tega melihatnya menderita," Ujar Naruto lesu.
"Tapi kau tega mengorbankan kebahagiaanku," seperti bukan Hinata saja, nada bicaranya terdengar begitu sinis dan menusuk.
"Tidak! Bukan itu maksudku, percayalah. Bukan tanpa dasar aku mengajakmu hidup denganku, aku mencintaimu."
Untuk kedua kalinya mata Hinata membelalak kaget karena ucapan Naruto. Apa yang pemuda itu pikirkan?
"Ka-kau mencintai Sakura-san."
"Tapi aku juga mencintaimu."
"Ti-tidak sebesar rasa ci-cintamu pada Sakura-san."
"Rasa itu bisa membesar seiring dengan kebersamaan dan berjalannya waktu," kali ini Naruto menatap Hinata sendu.
Hinata menatap Naruto sejenak lalu membuang muka ke arah berlawanan.
"A-aku a-akan tetap menikah dengan Sa-sasuke-kun," ujar Hinata mantap.
"Kau tidak mencintainya."
"A-aku
mencintainya, me-meski tidak sebesar rasa cintaku padamu, ta-tapi rasa
itu bisa membesar seiring dengan kebersamaan dan berjalannya waktu."
DEG.
Naruto sama sekali tidak menyangka bahwa Hinata akan mengatakan kalimat yang sama dengannya, dan kalimat itu sukses menusuknya.
"Ku-kumohon,
berhentilah bersikap egois, Na-naruto." Dan dengan kalimatnya yang
terakhir itu, Hinata pun beranjak meninggalkan Naruto sendiri di hutan
tersebut.
Naruto menatap kepergian Hinata sendu, ya dia memang
egois. Dia pikir dia bisa membahagiakan Sakura dengan cara menikahi
Hinata sehingga Sakura bisa bersama Sasuke, tapi ia salah. Ia sama
sekali tidak memikirkan perasaan Hinata, padahal di sisi lain ia pun
tahu bagaimana perasaan Sasuke pada Hinata.
Aaa, Hinata pasti membencinya.
-Autumn Blossom-
"Sasuke-kun."
"Hn?"
Sasuke memandang datar pada sosok Kunoichi yang kini berjalan ke
arahnya, Sakura. Pemuda raven itu baru saja melaporkan keberhasilan
misinya pada Hokage saat ia bertemu wanita itu.
"Bisa bicara sebentar?"
"Hn," keduanya pun beranjak menuju tempat yang lumayan sepi sehingga mereka bisa berbicara lebih leluasa.
"Apa
benar, kau yang meminta Hinata untuk menikah denganmu?" Sakura bertanya
dengan nada yang terdengar begitu sedih dan terluka.
"Hn." Walau jawabannya rancu, Sakura tetap mengerti arti kata tersebut.
Grep.
"Kenapa?
Kenapa bukan aku? Kenapa kau tidak memilihku dan malah memilihnya? Apa
karena aku bukan keturunan Hyuuga?" Sakura memeluk Sasuke erat seraya
mengeluarkan seluruh isi hatinya, air mata bening kini mengucur perlahan
dari kedua emeraldnya.
"Kau sudah punya Naruto," Sasuke memang
tidak berusaha melepaskan pelukan wanita itu, tapi jelas pemuda itu
merasa risih dengan posisi mereka saat ini.
"Naruto pasti mengerti, dia pasti mengerti. Naruto tahu kalau aku mencintaimu, dia pasti mengizinkan hubungan kita. Kumohon…"
"Berhentilah menyakiti Naruto, Sakura."
Sakura
mengadahkan wajahnya memandang wajah Sasuke, pria itu berbicara dengan
nada dingin dan tajam menandakan bahwa ia tidak senang dengan ucapan
wanita yang tengah memeluknya tersebut.
"A-aku ti-"
"Kau
tidak hanya menyakiti Naruto, tetapi juga Hinata," potong Sasuke masih
dengan suaranya yang dingin. Sakura sadar bahwa ia sudah hampir
memancing emosi Sasuke saat ini, tetapi apa daya, ia butuh mengeluarkan
semua isi hatinya selama ini.
"Kenapa kau memilihnya? Karena dia
Hyuuga? Atau karena kau kasihan padanya?" tanya Sakura tiba-tiba, wanita
itu melepaskan pelukannya dan memandang Sasuke nanar.
"Aku mencintainya."
Sakura
memandang Sasuke tidak percaya, cinta? Sasuke mencintai Hinata?
Benarkah? Ia sama sekali tidak menyangka bahwa pemuda yang terobsesi
akan balas dendam itu bisa mencintai seorang wanita.
"Sejak
kapan?" oke, Sakura mulai berpikir bahwa Sasuke mencintai Hinata sejak
kepulangan pria itu ke Konoha. Singkat, dan bisa dipastikan rasa cinta
itu masih belum seberapa. Entah dari mana, tapi Sakura merasa bahwa
Sasuke pasti memiliki perasaan padanya meski sekilas.
"Sejak di Akademi," jawab Sasuke tenang, tak urung membuat Sakura kembali terkejut.
"Se-selama itu?" ujar Sakura yang lebih menyerupai gumaman. Selama itu kah Sasuke mencintai Hinata?
"I-itukah
alasanmu tidak pernah memandangku? Bukan dia yang menahanmu malam itu,
Sasuke. Bukan dia yang menunggumu selama bertahun-tahun! Kenapa kau
tetap memilihnya?" air mata kembali mengucur deras dari kedua emerald
Sakura, membuat gadis itu semakin terisak.
"Aku pernah berniat
membunuhmu berkali-kali dan berniat menghancurkan Konoha, lalu kenapa
kau masih mencintaiku?" tanya Sasuke balik.
"Jawabanku sama denganmu, Sakura." sambung Sasuke kemudian.
Karena
cinta tidak bisa dipaksakan, Sakura tahu itu. Meski Sasuke telah
menyakitinya berkali-kali, Sakura tetap mencintainya bahkan tanpa
diminta sekalipun. Begitu pun dengan Sasuke, meski Hinata hanya melihat
Naruto, namun pria raven itu tidak bisa berhenti untuk mencintainya.
"Aku
mengerti, maafkan aku." Ujar Sakura akhirnya, dia tidak bodoh, dari
matanya saja Sakura bisa tahu bahwa Sasuke begitu menginginkan Hinata,
sama seperti dirinya yang begitu menginginkan pemuda itu.
"Bo-bolehkah
aku memelukmu sekali lagi? Sebagai seorang sa-sahabat," pinta Sakura,
suaranya begitu tercekat saat mengucapkan kata 'sahabat'.
"Hn,"
Sasuke mengangguk pelan menyetujui, bagaimanapun juga ia paham perasaan
Sakura. Keduanya sama-sama menanti cinta dari seseorang yang tidak
pernah melihatnya.
Sakura memeluk tubuh Sasuke erat, menghirup
dalam-dalam aroma pemuda yang dicintainya dan yang akan dilupakannya
tersebut. Ia tidak bisa lebih egois dari ini, Sasuke benar, ia tidak
boleh menyakiti Naruto lagi.
Sasuke terdiam beberapa detik sebelum
akhirnya membalas pelukan Sakura, bagaimanapun juga, Sakura adalah
sahabatnya dan orang yang paling menginginkan kepulangannya. Pelukan itu
berlangsung cukup lama hingga…
"Sa-sasuke-kun?"
-Autumn Blossom-
Seminggu
berlalu sejak Hinata melihatnya berpelukan dengan Sakura, semenjak itu
pulalah Sasuke tidak pernah lagi bertemu Hinata. Ia frustasi tentu saja,
merutuki dirinya yang tidak bisa berlari lebih cepat mengejar gadis
itu.
Lavendernya jelas menampakkan kekecewaan yang dalam, Sasuke
bahkan yakin bahwa Hinata tidak pernah terluka seperti itu sebelumnya.
Gadis itu salah paham, dan ia harus segera menjelaskannya.
Sayangnya
Hinata sama sekali tidak memberinya kesempatan, dan untuk pertama
kalinya Sasuke merutuki Byakugan milik Hinata yang dapat mendeteksi
kehadirannya sehingga gadis itu bisa berkelit darinya.
Sasuke akui
bahwa Hinata begitu pintar menghindar, gadis itu bahkan menyadari cakra
miliknya meski ia sudah menyembunyikannya. Satu-satunya cara yang
terpikir oleh Sasuke saat ini ialah dengan menjebak gadis itu. Ya,
menjebak. Mungkin terdengar sedikit menyeramkan, tapi hanya dengan cara
itulah Sasuke bisa membuat Hinata mau tidak mau bertemu dengannya.
…
Kaakk… kaaak… kaaak.
Hinata
mengalihkan pandangannya dari langit musim gugur yang mulai memerah ke
arah burung gagak yang baru saja melintas di atasnya, gagak hitam nan
misterius itu kini tengah bertengger di ranting pohon yang sama dengan
pohon yang digunakan Hinata untuk bersandar.
Hinata tak urung
merasa aneh saat gagak itu menatapnya tajam seolah ingin menyampaikan
sesuatu, rasa penasaran lalu melandanya saat ia merasa pernah melihat
gagak yang sama beberapa tahun silam.
"Hinata!"
"Te-tenten-san?"
Hinata mengalihkan pandangannya dari sang gagak dan menoleh ke pemilik
suara yang memanggil namanya, namun saat ia kembali mendongak, gagak itu
telah hilang entah kemana.
"A-ada apa, Tenten-san?" Hinata bertanya ramah dengan seulas senyum di wajahnya.
"Mmm, itu… ada yang ingin kubicarakan denganmu. Bolehkah?" tanya Tenten, rasanya gadis itu menjadi lebih sopan dari sebelumnya.
"Bo-boleh, si-silahkan," ujar Hinata mempersilahkan.
"Tapi
tidak di sini, bisa kah kita ke taman Konoha?" tanya Tenten lagi. Taman
Konoha? Sebenarnya kurang pantas disebut taman, karena tempat itu
hanyalah sebuah lahan kosong yang memiliki beberapa pohon yang
mengelilinginya.
"Bo-boleh." Dan keduanya pun melesat pergi menuju tempat yang dimaksud.
-Autumn Blossom-
"A-ada
apa, Tenten-san?" Hinata sedikit takut saat Tenten menatapnya begitu
tajam, keduanya telah sampai di taman Konoha, dan saat itu juga Tenten
langsung menggenggam tangannya dan menatapnya tajam.
"Kau terjebak, Hinata."
DEG.
Saat
itu juga Hinata merasa sekelilingnya berputar cepat, menyisakan rasa
pusing yang menderanya dalam sekejap. Semuanya terasa gelap, hingga
perlahan-lahan sekelebat cahaya kembali memenuhi penglihatannya.
Hal
yang pertama dilihatnya bukanlah Tenten yang tadi menatapnya tajam,
bukan. Sosok itu tetap menggenggam tangannya erat dan menatapnya tajam,
hanya saja sosok itu bukanlah Kunoichi bercepol dua yang tadi
ditemuinya. Dia, Uchiha Sasuke.
"Di-dimana ini?" Hinata bertanya
dengan nada keheranan saat mendapati dirinya berada di sebuah ruangan
yang cukup terbilang mewah, bukan taman Konoha seperti yang diingatnya.
"Kamarku," Sasuke menjawab datar tanpa melepas pandangannya dari wajah Hinata.
"Ke-kenapa aku bisa ada di tempat ini?"
"Kau terjebak genjutsu milikku."
Oh, damn!
Hinata ingat sekarang. Gagak itu, gagak yang sama yang sering digunakan
oleh Uchiha Itachi. Sasuke memilliki mata Itachi, jadi wajar saja jika
keduanya mempunyai jurus yang serupa.
"A-apa maumu membawaku kemari?" tanya Hinata sedikit takut, jujur saja, wajah Sasuke begitu menyeramkan saat ini.
"Kau
salah paham, kami hanya berteman," sudah menjadi ciri khas klan Uchiha
untuk berbicara langsung ke pokok permasalahan. Hinata tentu tahu siapa
yang dimaksud 'kami' dalam kalimat tersebut, tentu saja Sasuke dan
Sakura.
"Percayalah," sambung Sasuke saat melihat sinar keraguan di mata Hinata.
Hinata
lantas terdiam, menundukkan wajah cantiknya sedalam mungkin. Ia bahagia
tentu saja, bahagia saat mendengar kalimat Sasuke yang mengatakan bahwa
pria itu tidak ada hubungan apapun dengan Sakura.
Tapi Hinata
takut untuk mempercayainya, ia ragu pada hatinya sendiri. Luka yang
ditimbulkan oleh Naruto membuatnya trauma untuk mudah mempercayai
perkataan seseorang. Trauma?
Ya, trauma. Hinata masih ingat
bagaimana dulu Naruto mengatakan bahwa ia dan Sakura tidak memiliki
hubungan apapun kecuali sebagai sahabat. Meski Naruto menyukai Sakura,
tetapi ia akan merelakan gadis itu untuk Sasuke dan akan berusaha
menerima kehadiran gadis lain.
Hinata tidak habis pikir mengapa
Naruto mengucapkan kalimat itu tepat di hadapannya dulu, padahal Naruto
tahu persis bagaimana perasaan Hinata padanya. Pada akhirnya, Naruto
tetap saja tidak memandangnya dan terus berusaha mendapatkan perhatian
Sakura. Pembohong!
"A-aku ta-takut, Sasuke," masih dengan wajah yang terus menunduk, Hinata berusaha menyuarakan isi hatinya.
Sasuke mengangkat dagu Hinata perlahan, memaksa gadis itu untuk menatap onyx miliknya.
"Aku hanya menginginkanmu."
"…"
CUP.
Lavender
Hinata terbelalak kaget saat bibir Sasuke mengecup bibir mungilnya
lembut, segera saja gadis itu kembali menunduk demi menyembunyikan
wajahnya yang kian memerah.
Hinata tidak tahu, bahwa pemuda di
hadapannya juga merasakan hal yang sama dengannya, hanya saja ia lebih
pandai menyembunyikan ekspresinya di balik topeng dinginnya. Ini pertama
kalinya bagi Sasuke mencium seorang perempuan, pemuda itu bersyukur
karena Hinata lah yang menjadi pertama baginya, ia tidak menyangka bahwa
hanya dengan mencium gadis itu sekilas sudah membuatnya sebahagia ini,
terlebih saat melihat wajah Hinata yang memerah karena malu itu.
"Gomen," meski yang terucap adalah kata maaf, namun sebenarnya Sasuke sama sekali tidak menyesal melakukan hal itu.
"Ti-tidak masalah," yah tidak masalah, karena Hinata juga menikmatinya.
Sasuke
lantas membawa tubuh mungil Hinata ke dalam pelukannya, sungguh ia
benar-benar ingin memiliki gadis dalam dekapannya itu. Senyum tipis di
wajahnya lantas mengembang saat Hinata membalas pelukannya. Tidak perlu
kata-kata untuk mengungkapkan, Sasuke tahu bahwa Hinata telah
memaafkannya, gadis itu mempercayainya.
Sebuah kecupan singkat
tentu tidak akan pernah memuaskan siapapun, terlebih jika kau sudah
ingin melakukan hal itu sedari dulu. Sasuke tahu bahwa ia masih ingin
merasakan Hinata lebih jauh, dan ia juga sadar bahwa Hinata merasakan
hal yang sama dengannya saat melihat sorot mata wanita itu.
Daun
momiji yang berguguran seolah menjadi saksi di balik jendela saat kedua
insan tersebut kembali mendekatkan wajah mereka, menikmati kecupan
hangat dari bibir masing-masing.
Siapa sangka, kini
kecupan-kecupan hangat itu berubah menjadi lumatan-lumatan penuh gairah.
Tidak ada yang menyangkal bahwa keduanya menginginkan lebih, dan tubuh
keduanya pun kini berada tepat di atas pembaringan yang berada di
ruangan itu. Baik Sasuke maupun Hinata sama sekali tidak menyangka,
bahwa malam ini adalah milik keduanya.
-Autumn Blossom-
Hinata
terbangun sesaat setelah sinar matahari menyinari bumi, gadis itu
terbiasa bangun pagi apapun yang terjadi. Pagi hari di musim gugur tidak
jauh berbeda dengan sore hari, udaranya mampu membuat siapa saja
merapatkan selimut tebal di tubuh mereka.
Dan saat itulah Hinata
tersadar akan keadaannya saat ini, wajah manisnya lantas memerah saat
mengingat kembali apa yang dilakukannya dengan Sasuke semalam. Di pagi
hari di musim gugurnya kali ini, seorang Hinata Hyuuga terbangun di
kamar Sasuke Uchiha tanpa mengenakan busana apapun.
"Kau sudah bangun?"
Suara
serak Sasuke membuyarkan lamunan Hinata, segera saja wanita itu menatap
ke arah Sasuke dan memberikan seulas senyum kepada pemuda itu.
"Tidurlah, kau masih kelelahan," Sasuke menarik tubuh Hinata ke pelukannya, membuat kehangatan kembali menjalari tubuh keduanya.
Hinata
tidak tahu seberapa merah wajahnya saat ini, terlebih saat mendengar
kalimat terakhir Sasuke tersebut. Ya, dia memang masih merasa lelah
karena semalam, tetapi entah mengapa rasa lelah itu sama sekali tidak
mengganggunya.
Wanita Hyuuga itu sadar bahwa ia telah melanggar
prinsipnya sendiri, prinsip untuk tidak melakukan hubungan intim sebelum
ia menikah. Meski teman-teman lainnya mengatakan bahwa prinsipnya itu
sudah ketinggalan jaman, tetap saja ia merasa perlu untuk
menjalankannya, dan sekarang ia melanggarnya.
"Kau menyesal?" pertanyaan Sasuke membuat Hinata bertanya-tanya, apakah pria itu bisa membaca pikirannya?
"Ki-kita
akan segera menikah," itu bukan jawaban, tetapi kalimat yang lebih
kepada untuk meyakinkan dirinya sendiri, dan Hinata sadar akan hal itu.
Sasuke
tidak keberatan dengan jawaban Hinata tersebut, ia tahu bahwa wanita
itu sendiri ragu apakah ia menyesal atau tidak tentang apa yang baru
saja mereka lakukan semalam. Pria Uchiha itu lantas mendekap tubuh
mungil Hinata lebih erat lagi, berusaha mengungkapkan tanpa kata-kata
bahwa ia begitu bahagia.
"Sa-sasuke," Hinata memanggil nama Sasuke pelan seraya sedikit mendongak untuk menatap wajah pria itu.
"Hn?"
"A-aku ingin menikah di akhir musim gugur ini."
Sasuke
mengangguk pelan tanda menyetujui permintaan Hinata, tidak ada senyum
yang terpatri di wajah pria itu, tetapi raut kebahagiaan jelas terpancar
dari wajahnya. Lebih cepat lebih baik bukan?
-Autumn Blossom-
Masih
ada dua hari sampai pernikahan Sasuke dan Hinata dilaksanakan, dan itu
terasa sangat lama bagi Sasuke. Pemuda itu bahkan sudah sering
memimpikan bagaimana Hinata nantinya akan melahirkan keturunan-keturunan
Uchiha untuknya, rasanya begitu bahagia.
Seluruh warga Konoha
ikut menantikan pernikahan itu, pernikahan yang terbilang langka
mengingat kedua mempelai berasal dari klan terhormat.
Beberapa
hari sebelum pernikahan, Sakura datang bersama Naruto menemui Hinata,
meminta maaf dan memberikan senyuman tulus nan bersahabat kepada calon
nyonya Uchiha tersebut.
Tepat sehari sebelum musim gugur berakhir,
pernikahan antar kedua klan terhormat di Konoha itu pun terlaksanakan.
Daun momiji yang berguguran seolah menjadi karpet merah kekuningan yang
mengantarkan sang mempelai menuju kuil tempat pernikahan berlangsung.
Diiringi
dengan hembusan angin yang menyejukkan, serta dedaunan momiji yang
berputar-putar di udara, Sasuke dan Hinata dengan lancer melakukan
sebuah ritual yang mengikat mereka berdua. Sebuah ritual yang mengubah
marga Hinata berubah menjadi Uchiha, sebuah ritual yang menyatakan bahwa
Hinata kini milik Sasuke seutuhnya.
Hinata tersenyum bahagia saat
mendapati dirinya kini resmi menjadi istri Sasuke, wanita berambut
indigo itu tampak memejamkan kedua mata lavendernya menikmati ucapan
selamat dari warga Konoha padanya. Pada akhirnya, ia sama sekali tidak
bisa mendengar apapun selain suara suaminya yang berbisik mesra tepat di
telinga kanannya.
"Aishiteru, Uchiha Hinata."
.
.
.
~END~
wah gak cocok sama sekali sama logikaku...
BalasHapussasuke dan hinata????? what a weird couple!
ga usah baca donk ^^
Hapuskereeennn
BalasHapusbaguuusss bangeetttt sukaaaa. makasii banget yaa buat story nya ππ cinta mati sama pasangan ini. sasuhina forever laaaa ππ
BalasHapussasuke gak pernah cocok sama hinata yang cocok tu sama sakura
BalasHapuslahh ga usah baca FF ini donk ^^
HapusGue lbih suka couple ni dibanding sasusaku ,, love 4ever buat SasuHina!! Pokoknya the best :* :*
BalasHapusPendukung sasuhinaπππ
BalasHapusUdah berapa tahun dan bolak balik baca,gak pernah bosan
BalasHapusAuthor San....kenapa aku d ffn yg dlu dihapus? Padahal bagus" ceritanya. Aku suka banget ff buatan Aori Yuu...my angel wife blum tamat...lalu ff one shoot berjudul flower on the desk itu selalu aku baca berkali-kali saking sukanya. Tapi skrg udah gak bisa baca lagi karna dah gak ada. Tolong kembali menulis lagi, atau post ulang ff yg dlu pernah dibuat supaya kami penggemar mu bisa membacanya lagi.
BalasHapus